Pasar ritel Indonesia dihebohkan dengan munculnya fenomena rombongan jarang beli atau Rojali. Kemudian, fenomena lain ikut muncul setelahnya seperti rombongan hanya nanya atau Rohana hingga istilah rombongan benar-benar beli atau Robeli.
Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Keuangan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), Neeraj Lal menyebut fenomena ini tidak terlalu mempengaruhi portofolio merek-merek inti perusahaan. Sementara untuk produk kecantikan dan perawatan pribadi Unilever, terang Neeraj, sering dibeli konsumen bukan dari mal atau toko ritel modern.
"Saya rasa sebagian besar portofolio kami tidak terpengaruh dengan hal tersebut. Jadi saya pikir penting untuk menyadari bahwa ketika kita berbicara tentang window shopping (Rojali), mal dan semua hal tersebut, sebagian besar portofolio kami tidak terpengaruh dengan hal itu. Saya rasa itu salah satunya," terang Neeraj dalam konferensi pers virtual, Kamis (31/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlepas dari fenomena tersebut, Neeraj menegaskan, yang penting dilakukan Unilever adalah memastikan ketersediaan produk di sejumlah ritel modern yang ramai dikunjungi. Ketersediaan produk juga perlu dipastikan tidak hanya di toko fisik, melainkan juga di e-commerce.
"Jadi, ketika pembeli memutuskan untuk berbelanja, baik di toko maupun online, untuk memastikan fisik dan ketersediaan, dan memastikan bahwa produk kami tersedia bagi konsumen di tempat penjualan, di tempat pembelian juga," ungkapnya.
Ia menilai, fenomena Rojali seringkali terjadi karena daya saing produk. Neeraj juga menilai, Rojali dan Rohana ini menjadi tanggung jawab perusahaan, bagaimana menarik minat konsumen untuk membeli produknya.
"Dan pada akhirnya, adalah tanggung jawab merek untuk menjadi cukup menarik untuk diambil dan dibawa ke meja kasir," tutupnya.
Tonton juga video "BPS Sebut Fenomena Rojali Belum Tentu Cerminkan Kemiskinan" di sini:
(ara/ara)