Melawan Merkantilisme Ala Donald Trump

Kolom

Melawan Merkantilisme Ala Donald Trump

Handi Risza - detikFinance
Kamis, 31 Jul 2025 21:57 WIB
Presiden Donald Trump sepakat turunkan tarif Uni Eropa dari 30% Jadi 15%. Trump dan Von der Leyen umumkan langsung dari Skotlandia.
Presiden AS Donald Trump.Foto: REUTERS/Evelyn Hockstein
Jakarta -

Dany Rodrick seorang guru besar dan ekonom terkenal dari International Political Economy at Harvard Kennedy School, dalam tulisannya di Project Syndicate tanggal 7 Mei 2025, berjudul "Mercantilism Isn't All Bad, but Trump's Version Is the Worst".

Rodrick barangkali sedang menumpahkan kekesalannya terhadap Trump, dengan lugas ia mengupas tetang buruknya kebijakan perdagangan yang sedang dijalankan oleh Presiden Donald Trump. Merkantilisme yang dijalankannya mengandung semua kelemahan terburuknya.

Merkantilisme adalah sebuah paham ekonomi yang muncul di benua Eropa pada pada abad ke-16 hingga abad ke-18, sebelum lahirnya teori ekonomi dan perdagangan modern yang dipelopori oleh Adam Smith (1790) dan David Ricardo (1823). Kata "Merkantilisme" sendiri berasal dari kata Merchant yang mempunyai makna penjual atau pedagang. Gagasan awal Merkantilisme dikenalkan oleh seorang filsuf Perancis Jean Bodin (1596). Dengan bertambahnya uang dari perdagangan luar negeri dapat menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang.

Dalam perkembangannya, para pemikir merkantilisme mengharuskan setiap negara yang ingin maju, harus melakukan kegiatan perdagangan internasional dengan negara lain. Mereka berkeyakinan, kalau sumber kekayaan suatu negara adalah hasil dari perdagangan luar negeri. Menjadikan uang sebagai surplus perdagangan sekaligus untuk mempertahankan kekuasaan. Pada akhirnya, merkantilisme melahirkan kebijakan proteksionisme untuk mempertahankan neraca perdagangan luar negeri yang menguntungkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Senada dengan itu, Trump dalam setiap pidatonya selalu menyatakan bahwa defisit perdagangan telah mendera perekonomian Amerika Serikat selama bertahun-tahun, menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian Amerika, dan harus segera diakhiri. Trump berkeyakinan bahwa, kebijakan tarif adalah jalan keluar untuk membantu Amerika keluar dari permasalahannya, menggunakan tarif sebagai landasan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja, mengurangi defisit anggaran negara, menurunkan harga makanan.

Pandangan Trump terhadap defisit perdagangan dalam konteks perekonomian modern bisa dikatakan tidak lagi sesuai dengan perkembangan ekonomi global. Defisit perdagangan yang menunjukkan kerugian ekonomi mencerminkan pemikiran merkantilisme. Walau begitu, kebijakan Tarif Trump tetaplah berjalan sesuai keinginannya. Dimulai pada 1 Februari 2025, Trump menyatakan national emergency terhadap narkoba dan menggunakan alasan tersebut untuk mengimplementasikan 25% tarif ke Kanada dan Meksiko dan 10% tarif ke China.

ADVERTISEMENT

Tarif trump terus berlanjut, mulai menyasar banyak negara. Pada tanggal 2 April 2025, atau yang disebut sebagai Liberation Day, Trump mengeluarkan 2 tarif utamanya, Universal dan Reciprocal tariff. Tarif pertama akan memberlakukan bea masuk sebesar 10% untuk seluruh barang impor dari semua negara di dunia. Sementara itu, untuk reciprocal tariff, AS akan mengenakan bea masuk kepada 60 negara yang selama ini telah membuat Amerika mengalami defisit perdagangan.

Kebijakan tersebut telah menimbulkan ke gaduhan bagi negara yang terkena dampak tarif yang tinggi. China melakukan retaliasi, yaitu melakukan pembalasan dengan mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang dari AS sebagai respons terhadap tarif impor yang dikenakan oleh AS pada barang-barang China. Sedangkan banyak negara termasuk Indonesia, memilih jalan untuk melakukan negoisasi dengan Pemerintah Amerika Serikat.

Melawan Merkantilisme ala Donald Trump

Pilihan untuk melakukan negoisasi yang diambil Pemerintah Indonesia terhadap kebijakan tarif Trump, tentunya bisa dipahami sebagai kebutuhan jangka pendek, untuk menyelamatkan ekspor Indonesia ke Amerika serikat serta surplus neraca perdagangan. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai angka 8% dari total ekspor Indonesia, tapi kontribusinya mencapai 45 persen terhadap total surplus neraca perdagangan. Kebijakan negoisasi menjadi kebijakan paling aman yang bisa ditempuh.

Setelah negosiasi selama sekitar tiga bulan penuh yang ujungnya melibatkan langsung Presiden Prabowo, akhirnya Presiden Donald Trump sepakat menurunkan besaran tarif impor resiprokal atas produk-produk Indonesia yang masuk ke AS. Tarif dipangkas dari 32 persen menjadi 19 persen. Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia juga diharuskan membeli produk energi dari AS senilai 15 miliar dollar AS, produk pertanian senilai 4,5 miliar dollar AS, dan 50 pesawat produk Boeing 777.

Kebijakan merkantilisme ala Trump yang diterapkan oleh Amerika, merubah tata kelola perdagangan global dari yang bersifat multilateral menjadi unilateral, mengabaikan peran WTO sebagai regulator utama perdagangan internasional. Kondisi ini memunculkan kembagi gagasan paham Autarki ekonomi, sebuah negara harus mampu berkembangan secara mandiri, memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bergantung pada negara lain. Indonesia memiliki modal yang kuat untuk bisa mengantisipasi kebijakan "Koboi" merkantilisme yang sedang dijalankan oleh Trump.

Pertama, sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah sudah sepatutnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya secara mandiri, tanpa harus bergantung pada negara lain. Dengan kata lain, Kebijakan swasembada pangan selalu menjadi target pembangunan yang hendak dicapai, semenjak Pemerintahan orde baru. Bahkan Presiden Prabowo menargetkan tidak hanya swasembada pangan tapi juga energi. Sehingga kita bisa mencukupi kebutuhan pangan dan energi dalam negeri secara mandiri.

Kedua, pilihan kebijakan hilirisasi di Indonesia sudah tepat. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dari sumber daya alam dengan mengolahnya menjadi produk yang lebih bernilai sebelum diekspor. Hilirisasi diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, mendorong pertumbuhan industri manufaktur, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan negara. Tumbuhnya industri dalam negari akan memperkuat kebijakan subsitusi impor. memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB).

Ketiga, Pentingnya langkah diversifikasi hubungan perdagangan Indonesia dengan berbagai negara mitra penting untuk dilanjutkan. Starategi ini sebagai upaya untuk memperluas cakupan perdagangan dan investasi internasional jangka panjang di tengah lanskap global yang penuh ketidakpastian. Pemerintah perlu terus mengoptimalkan kerja sama internasional melalui berbagai forum ekonomi besar seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU CEPA). Selain itu, mengoptimalkan peran BRICS sebagai aliansi strategis negara-negara di luar blok ekonomi tradisional, untuk mendorong reformasi tata kelola global yang lebih inklusif.

Di akhir tulisannya, Rodick menulis, kebijakan tarif Trump yang kacau dan tidak terorganisir tidak banyak membantu meningkatkan investasi penting dan strategis di Amerika Serikat. Merkantilismenya tidak akan bermanfaat karena justru merupakan kelemahan terburuk yang dimilikinya. Jadi sesungguhnya Indonesia memiliki modal yang kuat dan kesempatan untuk mengantisipasi buruknya praktek Merkantilisme yang sedang dijalankan oleh Trump.

Oleh: Handi Risza
Wakil Rektor Universitas Paramadina

Lihat juga Video Trump Ancam Kanada yang Akan Akui Palestina dengan Tarif Dagang

(hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads