Rencana pemerintah menjadikan 18 Agustus sebagai hari libur nasional dalam rangka peringatan 80 tahun Kemerdekaan RI menuai respons dari kalangan pengusaha. Mereka mengaku belum diajak berdiskusi sebelum keputusan ini diumumkan ke publik.
Wacana menjadikan 18 Agustus sebagai "kado kemerdekaan" diumumkan pemerintah sebagai bentuk penghormatan atas peringatan HUT ke-80 RI. Namun, kalangan pelaku usaha merasa kebijakan itu terkesan mendadak dan tanpa koordinasi terlebih dahulu.
"Setahu saya pengusaha belum diajak berdiskusi masalah hal ini, seyognyanya pengusaha diminta pertimbangan juga karena libur nasional ini kan berlaku untuk semua, kecuali hanya untuk ASN nggak ada masalah bagi kami pengusaha," ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang kepada detikcom, Jumat (1/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sarman menilai meskipun hanya satu hari, keputusan libur tambahan perlu dipertimbangkan secara matang karena bisa berdampak pada produktivitas dan biaya operasional perusahaan.
"Jangan sampai dengan hari libur ini mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja kita, karena posisi Indonesia saat ini dari masih urutan ke 5 produktivitas tenaga kerja se-Asean. Di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand," lanjutnya.
Ia juga menyebut bahwa banyak perusahaan sudah memiliki target produksi yang harus dicapai. Libur tambahan berisiko mengganggu jadwal yang sudah dirancang sebelumnya.
Selain potensi turunnya produktivitas, biaya tambahan juga menjadi sorotan. Jika perusahaan tetap beroperasi pada 18 Agustus, maka ada konsekuensi membayar uang lembur yang menambah beban biaya produksi.
Di sisi lain, Sarman menyoroti jumlah hari libur nasional yang sudah cukup banyak pada tahun ini. Totalnya mencapai 27 hari, terdiri dari 17 hari libur nasional dan 10 hari cuti bersama.
"Kita menjadi salah satu negara dengan jumlah hari libur nasional terbanyak dalam setahun," tutup Sarman.
Saksikan Live DetikSore: