Ikan Makan Plastik, Kita Makan Apa? Ini Fakta Mengerikan Sampah Laut RI

Ikan Makan Plastik, Kita Makan Apa? Ini Fakta Mengerikan Sampah Laut RI

Retno Ayuningrum - detikFinance
Sabtu, 02 Agu 2025 07:27 WIB
Sampah terbawa arus menumpuk di dekat Pelabuhan Internasional Batam Centre, Batam, Kepulauan Riau, Senin (3/2/2025). Kantor Syahbandar pelabuhan internasional tersebut menyebutkan sampah yang terdampar dan mencemari kawasan pelabuhan karena terbawa arus gelombang laut dan angin kencang yang terjadi beberapa pekan terakhir. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/Spt.
Ilustrasi.Foto: ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
Jakarta -

20 juta ton sampah membanjiri laut Indonesia tiap tahunnya. Hal ini berdampak buruk bagi keberlanjutan ekosistem laut Indonesia. Sampah-sampah itu jadi makanan ikan.

"Jadi ada 50 juta ton per tahun timbunan sampah yang ada di darat. Itu kurang lebih 16 juta ton sampah darat itu masuk ke laut. Kemudian sampah laut sendiri dari aktivitas laut itu kurang lebih 20% atau 4 juta ton. Jadi ada kurang lebih 20 juta ton sampah laut yang harus ditangani per tahun," kata Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Ahmad Aris dalam media briefing, di Jakarta Pusat, Jumat kemarin.

Aris membeberkan dampak sampah, baik plastik maupun organik bagi keberlangsungan ekosistem laut. Pertama, sampah organik yang berlebihan menimbun ke laut dapat memicu pertumbuhan alga yang berlebihan. Akibatnya, dapat menyebabkan eutrofikasi atau matinya plankton-plankton di laut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, ikan-ikan yang tak layak konsumsi. Aris menjelaskan karena ikan-ikan tersebut mengonsumsi mikroplastik yang sangat berbahaya. Ketiga, sampah plastik dapat merusak ekosistem pesisir, baik karang, lamun, maupun mangrove.

"Sehingga dia oksigennya kurang. Akhirnya ekosistem pesisir akan hancur. Begitu juga terhadap biota. Kalau termakan oleh biota, biotanya akan mati. Artinya, kalau dengan ekosistem rusak atau hancur, itu pasti sumber daya perikanan kita akan tidak berkelanjutan," jelas Aris.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, menilai bahwa akibat sampah tersebut, ikan-ikan tangkap di perairan Laut Jawa melarikan diri ke perairan wilayah timur. Hal ini dapat terlihat dari pergerakan kapal ikan milik nelayan yang semakin sedikit menangkap ikan di kawasan Laut Jawa.

"Gangguan yang paling besar saat ini adalah sampah. Itu gangguannya dan kalau dilihat dari produktivitas ikannya, kalau dari beberapa pembahasan kita ini ikan tangkap di kita ini sudah cukup sulit. Kalau lihat petanya di Laut Jawa ini sudah sedikit yang mengambil ikan tangkap di Laut Jawa," kata Koswara.

Sampah yang membanjiri laut, lanjut Koswara, juga membuat ekosistem menjadi tidak sehat, sehingga tidak ideal untuk populasi ikan. Selain itu, sampah juga dapat mengancam biota laut seperti karang dan mangrove.

Ia menyebut, ikan-ikan melarikan diri ke perairan wilayah timur, seperti Maluku, Papua, hingga Kepulauan Riau. Tak hanya itu, ikan-ikan tangkap juga kini semakin banyak ditemukan di wilayah perairan barat dan selatan.

"Itu kalau lihat ini, lihat peta kapal nelayan, kapal yang dipasangi VMS, kan ada monitoring-nya VMS. Itu kapal-kapal itu mengumpul di daerah timur, di daerah barat, sama di daerah selatan. Tapi di daerah tengah, di Laut Jawa, ini adalah indikasi ikan di Laut Jawa yang tinggal sedikit," imbuh dia.

Untuk mengatasi hal tersebut, Koswara menjelaskan bahwa KKP memiliki program laut bebas sampah yang ditargetkan tercapai pada 2029. Pada 2026, KKP menargetkan dapat mengurangi sampah sebesar 8 juta ton, 10 juta ton sampah pada 2027, 12 juta ton sampah 2028, dan 14 juta ton sampah di 2029.

Saat ini, pihaknya tengah menyiapkan skema insentif dan disinsentif/sanksi bagi pemerintah daerah maupun pihak swasta yang tak mengelola sampah dengan baik sehingga mencemari laut. KKP akan memantau langsung titik-titik muara sungai yang menjadi indikator bocornya sampah dari daratan. Dalam merealisasikan hal itu, KKP akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan lembaga agar pengelolaan sampah di darat lebih terukur.

"Kita lihat ke arah hulunya dari muara sungai itu, daerah mana yang membuang sampahnya banyak. Kabupaten Bandung misalnya, itu jadi penilaian. Oh di Jawa Barat, ada Bandung, ada mana yang masih membuang sampah ke sungai, itu diberikan disinsentif," tambah Koswara

Skema insentif dan disinsentif ini akan terhubung dengan kebijakan fiskal, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), hingga insentif atau pengurangan pajak, baik untuk pemerintah daerah maupun pelaku usaha. Menindaklanjuti itu, KKP akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk mengatur skema melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) yang relevan.

(rea/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads