Jakarta merupakan salah satu kota dengan biaya transportasi termahal di Indonesia. Padahal kota ini merupakan pusat ekonomi nasional, tempat jutaan pekerja mencari nafkah.
Menurut data BPS, Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional tempat banyak perusahaan-perusahaan besar berkantor memiliki biaya transportasi mencapai Rp 1,59 juta per bulan atau sebesar 11,8% dari total biaya hidup.
Belum lagi, tak sedikit pekerja di Jakarta yang tempat tinggalnya cukup jauh dari pusat kota bahkan cenderung berada di 'kota tetangga' seperti Bekasi, Bogor, Depok, hingga Tangerang. Membuat perjalanan pulang pergi kantor bisa sangat menguras waktu dan melelahkan, serta menghabiskan isi dompet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai contoh ada Rifaldo (26), pekerja asal Bekasi yang berkantor di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Dalam sebulan dirinya paling sedikit harus menghabiskan hingga Rp 912.000, belum termasuk ongkos ojek online (ojol) jika dirinya harus pulang lebih malam karena pekerjaan.
Padahal besaran gaji yang diterima Rifaldo saat ini terbilang belum seberapa, bahkan menurut pengakuannya masih di bawah UMP Jakarta karena statusnya di perusahaan masih peserta pelatihan kerja.
"Kalau saya sih lumayan berat juga sih. Apalagi karena saya gajinya juga masih dibilang di bawah UMR lah untuk gaji di Jakarta. Karena saya kan istilahnya masih pelatihan. Belum full tetap, namanya bukan magang tapi bukan full time juga," kata Rifaldo saat ditemui detikcom di sekitar Stasiun Sudirman, Senin (4/8/2025).
Karena pengeluaran pulang pergi kantor yang cukup memberatkan pengeluarannya ini, Rifaldo mengatakan harus berhemat agar gaji 'tidak numpang lewat' saja. Paling mudah dari pengeluaran makan sehari-hari.
"Kadang saya bawa makan dari rumah, saya masak sendiri bawa ke kantor buat makan siangnya. Terus nanti pulangnya saya makan di rumah," ucapnya.
Serupa tapi tak sama, Raju (27), karyawan perusahaan asuransi yang berkantor di Jakarta Selatan, sehari-hari menempuh perjalanan yang cukup jauh dari tempat tinggalnya yang berada di Cikarang.
Setiap pagi ia biasa memulai perjalanan berangkat ke kantor menggunakan motor ke stasiun KRL terdekat. Setelah itu Raju melanjutkan perjalanan sampai ke Stasiun Sudirman, kemudian berjalan kaki agar dirinya tidak perlu mengeluarkan biaya lebih.
Meski dirinya tidak banyak berganti moda transportasi yang membuat ongkos perjalanan jadi lebih terjangkau, namun di luar itu Raju tetap harus membayar biaya tambahan seperti bensin dan parkir motor di stasiun.
"Kalau sehari-hari untuk transportasi sekitar Rp 50.000an, pulang pergi. Kalau dari rumah naik motor sendiri ke stasiun, habis itu dari sini (Stasiun Sudirman) jalan kaki," papar Raju.
Pada akhirnya Raju harus menghabiskan ongkos kurang lebih Rp 50.000 per hari. Jika ia harus datang ke kantor lima hari dalam seminggu, maka dalam sebulan kurang lebih Raju harus menghabiskan ongkos transportasi hingga Rp 1.000.000.
Meski begitu ia lebih rela berdesak-desakan menggunakan kendaraan umum menuju kantor daripada menggunakan kendaraan pribadi seperti motor untuk bekerja. Sebab perjalanan dari Cikarang sampai ke Jakarta Selatan bisa sangat memakan waktu dan tenaga. Belum lagi dirinya juga tetap harus membeli bensin untuk perjalanan tersebut.
"Kalau untuk itu sih biar hemat waktu sama biayanya lebih murah. Soalnya kalau naik motor ujung-ujungnya bensinnya juga mahal. Capek juga kan di jalan, macet," keluhnya.
Pada akhirnya untuk menekan pengeluaran lebih jauh, Raju harus lebih berhemat dari segi pengeluaran untuk makan. Membuat pilihan makan siangnya terbatas di warung-warung dekat kantor yang tergolong lebih murah.
"Jadi kadang mesti irit di makan siang. Ya makannya cari di warung-warung dekat kantor, cari yang rada murah," sambungnya.
Lihat juga Video: Rutinitas 'Monster Day' Para Pejuang Rupiah dari Daerah Penyangga