Ramai-ramai Ekonom Ragukan Data BPS

Ramai-ramai Ekonom Ragukan Data BPS

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 06 Agu 2025 06:45 WIB
Ramai-ramai Ekonom Ragukan Data BPS
Ilustrasi.Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 5,12% (year on year/yoy). Namun, capaian ini diragukan karena dinilai tidak sesuai realita.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kredibilitas data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 ini diragukan karena ada sejumlah komponen perhitungan yang dinilai tidak sesuai kenyataan di lapangan

Salah satunya dari komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang menurut BPS pada kuartal II-2025 ini tumbuh hingga 6,99%. Menurutnya angka pertumbuhan komponen yang satu ini tidak sesuai dengan realita, mengingat sektor industri manufaktur dalam negeri sedang mengalami tekanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada keraguan dong, karena situasi ekonomi sekarang terutama dari investasi, kok di tengah ketidakpastian ada kenaikan investasi yang cukup tinggi dari PMTB. Nah, ini juga menjadi salah satu keraguan terhadap kredibilitas data BPS," kata Bhima kepada detikcom, Selasa (5/8/2025).

Bhima menjelaskan ketika sektor industri manufaktur Tanah Air sedang mengalami tekanan, seharusnya komponen PMTB ikut melemah. Sebab menurutnya tidak mungkin pengusaha dalam negeri meningkatkan investasi dalam bentuk aset tetap saat sektor industrinya sedang tertekan.

ADVERTISEMENT

"Industri manufaktur sebenarnya mengalami kontraksi. Tercermin dari PMI manufaktur turun pada Juni dari 47,4 menjadi 46,9. Jadi kalau ada PMI manufaktur yang turun sementara pertumbuhan industri manufakturnya naik tinggi, ini kan ada data yang janggal, ada data yang tidak sinkron dari data BPS. Nah ini butuh penjelasan lebih detail," jelasnya.

"Kenapa industri naik padahal banyak dikabarkan PHK, efisiensi, banyak yang terpengaruh oleh rencana kebijakan tarif versi lokal Amerika, ini kok pertumbuhannya anomali? Nah inilah yang membuat kita bertanya-tanya terhadap data BPS ini. Kenapa kok nggak mencerminkan realitas sebenarnya di industri manufaktur?" terang Bhima lagi.

Kredit Investasi Melambat

Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom) Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Senada dengan itu, Ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad mempertanyakan perhitungan komponen PMTB oleh BPS yang tumbuh sangat tinggi pada kuartal II-2025. Padahal menurutnya sekarang ini kredit investasi dalam negeri sedang mengalami perlambatan karena berbagai faktor.

"PMTB itu naik drastis menjadi 7%. PMTB ini kan pembelian belanja barang ya, mesin-mesin peralatan dan sebagainya begitu. Nah sementara kita tahu ini kan investasi baik pemerintah maupun masyarakat, kredit investasi dan sebagainya ini lagi masalah gitu ya," terang Tauhid.

"PMTB naik itu biasanya ketika triwulan III atau triwulan IV. Jadi banyak bangun gedung, konstruksi dan sebagainya. Kenapa triwulan II naik tinggi begitu? Ini yang saya kira menjadi pertanyaan," sambungnya.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda yang berpendapat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II yang lebih tinggi dari kuartal I-2025 terlihat janggal. Sebab pada kuartal satu terdapat momen Lebaran yang kerap menjadi pendorong ekonomi, karena ada peningkatan konsumsi rumah tangga usai mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Sementara, di kuartal II ini tidak ada momen pendorong signifikan terhadap konsumsi.

"Pertumbuhan ekonomi triwulan II yang lebih tinggi dibandingkan triwulan yang ada momen Ramadan-Lebaran terasa janggal. Hal ini dikarenakan tidak seperti tahun sebelumnya di mana pertumbuhan triwulan paling tinggi merupakan triwulan dengan ada momen Ramadan-Lebaran," jelasnya.

Menurutnya kejanggalan ini semakin terlihat dalam data pertumbuhan konsumsi rumah tangga (RT) masyarakat Indonesia. Di mana angka pertumbuhan konsumsi RT kuartal II ini bisa lebih besar daripada kuartal I meski tidak ada faktor pendorong seperti Hari Raya Idul Fitri tadi, menjadikan kejanggalan kedua dalam laporan BPS ini.

"Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,96% dengan sumbangan mencapai 50% dari PDB, nampak janggal karena pertumbuhan konsumsi RT triwulan I 2025 hanya 4,89% tapi pertumbuhan ekonomi di angka 4,87%. Tidak ada momen yang membuat peningkatan konsumsi rumah tangga meningkat tajam," paparnya.

Kemudian kejanggalan lain yang menjadi sorotan Nailul adalah pertumbuhan sektor industri pengolahan pada kuartal II ini yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Padahal menurutnya pada kuartal II ini sektor industri manufaktur tengah mengalami tekanan yang terlihat dari pelemahan Purchasing Managers' Index (PMI) pada April hingga Juni 2025.

"Pertumbuhan industri pengolahan yang mencapai 5,68%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2025. Tidak sejalan dengan PMI manufaktur Indonesia yang di bawah 50 poin dalam waktu April-Juni 2025," papar Nailul.

Karena hal inilah Nailul merasa kurang yakin dengan akurasi data BPS untuk perhitungan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025. Untuk itu ia meminta kepada BPS untuk menjelaskan lebih detail terkait data-data dan indikator perhitungan yang digunakan.

"BPS harus menjelaskan secara detail metodologi yang digunakan, termasuk indeks untuk menarik angka nilai tambah bruto sektoral dan juga pengeluaran," tegasnya.

Halaman 2 dari 2
(igo/hns)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads