Perang Utang China Vs AS: Siapa Duluan yang Kolaps?

Perang Utang China Vs AS: Siapa Duluan yang Kolaps?

Aulia Damayanti - detikFinance
Sabtu, 09 Agu 2025 16:00 WIB
FILE - In this Sept. 25, 2015, file photo, a military honor guard await the arrival of Chinese President Xi Jinping for a state arrival ceremony at the White House in Washington. China on Tuesday, Dec. 8, 2020, lashed out at the U.S. over new sanctions against Chinese officials and the sale of more military equipment to Taiwan. (AP Photo/Andrew Harnik, File)
Foto: AP Photo/Andrew Harnik, File
Jakarta -

China dan Amerika Serikat (AS) merupakan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Kedua negara tersebut tengah bergelut dengan utang terus membengkak. Namun, kondisi China disebut lebih baik dibandingkan Negeri Paman Sam.

Utang yang dimiliki China merupakan utang pemerintah daerah yang tersembunyi. Utang-utang tersembunyi ini dinilai bagaikan bom waktu yang bisa menimbulkan risiko gagal bayar.

Upaya China untuk mengendalikan utang yang tidak tercatat sudah ada sejak 2018. Kala itu, Kementerian Keuangan China meminta pemerintah daerah untuk membersihkan utang tersembunyi tersebut dalam waktu lima hingga 10 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian pada 2022, pemerintah Jepang mengklaim utang tersembunyi tersebut telah menyusut lebih dari sepertiga dalam rentang waktu lima tahun. Pada September 2023 untuk 12 wilayah setingkat provinsi dengan beban utang yang berat, juga telah merestrukturisasi utang dalam waktu dua tahun.

Kementerian Keuangan mengidentifikasi utang pemerintah daerah tersembunyi sebesar 14,3 triliun yuan pada akhir 2023, yang sebagian besar terakumulasi melalui instrumen pembiayaan pemerintah daerah (LGFV).

ADVERTISEMENT

"Setelah bertahun-tahun berupaya, risiko utang pemerintah daerah di Tiongkok secara keseluruhan telah terkendali dan secara bertahap teratasi," kata Zhao Xijun, seorang profesor keuangan di Universitas Renmin di China, dikutip dari South China Morning Post, Sabtu (9/8/2025).

Ia menambahkan bahwa utang pemerintah China sebagian besar dipegang oleh pemerintah daerah. Hal ini yang memberikan ruang bagi pemerintah pusat untuk turun tangan dan membantu pembayaran kembali.

Salah satu upaya menurunkan angka utang, akhir tahun lalu, China meluncurkan program pertukaran utang (debt swap) senilai 12 triliun yuan (US$ 1,67 triliun). China Chengxin International Credit Rating (CCXI) menyebut pertukaran utang memungkinkan pemerintah daerah memperpanjang pembayaran dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo penerbitan obligasi yang diperpanjang 3,18 tahun dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 15,88 tahun pada paruh pertama tahun 2025.

Kondisi AS juga tengah bergelut dengan utang yang terus membengkak. AS sangat bergantung pada perpanjangan pembayaran utang. Nah analis memandang justru hal itu menambah beban dan meningkatkan risiko gagal bayar.

Menurut basis data Prospek Ekonomi Dunia terbaru yang dirilis oleh Dana Moneter Internasional pada bulan April, rasio utang pemerintah AS terhadap produk domestik bruto diperkirakan mencapai 122,46 persen tahun ini, dibandingkan dengan 96,31 persen untuk Tiongkok.

Kekhawatiran atas keberlanjutan utang pemerintah AS semakin meningkat setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan pagu utang sebesar US$ 5 triliun. Itu dinilai akan memicu peringatan "bom utang".

Tarif AS Berlaku untuk Bayar Utang

Utang AS terkonsentrasi di tingkat federal, pemerintah dapat memperpanjang kewajibannya hanya dengan menerbitkan utang baru atau dengan meningkatkan pendapatan. Namun, di waktu yang sama pertumbuhan ekonomi AS tengah melambat.

"Pertumbuhan ekonominya yang melambat, ini menyulitkan peningkatan pendapatan, sehingga AS sangat bergantung pada perpanjangan utang untuk memenuhi kewajibannya, yang justru menambah beban dan meningkatkan risiko gagal bayar," terang Zhao Xijun.

Maka itu sebabnya mengapa ada tarif impor yang diberlakukan AS kepada puluhan mitra dagangnya. Jadi pengenaan tarif itu seperti AS melempar beban ke negara untuk mentransfer dana secara langsung ke Kementerian Keuangan AS untuk membayar utang.

"Itulah sebabnya AS sekarang berusaha mencari sumber pendapatan eksternal, seperti dengan mengenakan tarif tambahan atau memungut 'biaya perlindungan',"
tambahnya.

(ada/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads