Isu soal royalti musik tengah membara saat ini. Salah satu yang jadi pemantik adalah kasus yang menyeret bos waralaba Mie Gacoan, yang harus membayar royalti senilai kurang lebih Rp 2 miliar lantaran memutar musik di gerai makanannya.
Menyikapi hal ini, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), Budiharjo Iduansjah, memilih untuk tidak memutarkan musik apapun pada gerai yang dinaungi oleh asosiasinya.
"Kami sekarang menginstruksikan tidak memutar (musik). Sebenarnya itu instruksi kami," kata Budi saat ditemui setelah acara soft launching Jakarta International Investment, Trade, Tourism and SME Expo (JITEX) 2025, di Balai Kota Jakarta, Selasa (12/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi mengaku telah berkomunikasi dengan Lembaga Manajemen Koletif Nasional (LMKN) perihal negosiasi tarif royalti memutar musik di gerai atau pusat belanja. Namun, kata Budi, tarif yang ditawarkan pihaknya tidak disetujui oleh LMKN.
"Kami dari tahun lalu sudah kirim surat, dan dari LMKN sudah membalas surat kami. Kami mau membayar, namun tarif yang kami tawar tidak disetujui. Jadi kami dari HIPPINDO declare, sudah mengirim sudah dan ada suratnya, ditolak. Harga yang kami ajukan ditolak," bebernya lanjut.
Budi mengatakan, alangkah baiknya jika dalam menentukan tarif royalti itu bisa didiskusikan dan bernegosiasi terlebih dulu. Hal ini lantaran, Budi menilai, jika harga yang ditetapkan jauh dari jangkauan penyewa tenant mal, maka tidak bisa pihaknya memaksakan untuk bayar.
"Menurut kami, itu saatnya tidak tepat. Harganya harus lebih bisa nego, yang penting kita mau bayar. Cuma kalau harganya tidak masuk 'kan tidak mungkin kita paksa bayar. Kita ajukan dari tahun lalu malah. Kalau menurut kami 'kan mendingan kami bayar daripada tidak bayar," ucapnya.
Budi bilang, sampai saat ini pihak penyewa tenant atau restoran belum memungut tarif dari konsumen. Sejauh ini, pihaknya masih sebatas menerapkan pajak PB1 (pajak restoran) yang senilai maksimal 10% dari seluruh pembayaran konsumen.
"Sampai sekarang kami belum melakukan pembebanan (ke konsumen). Tapi kalau yang namanya PB1 ya pasti konsumen (yang bayar), kalau restoran 10%," katanya.
Selain soal royalti, Budi juga keberatan jika pihaknya juga dikenakan royalti atas musik jingle yang mereka ciptakan sendiri. Hal ini lantaran, Budi bilang, pihaknya sudah membayar penyanyi dan lagu yang diciptakan.
"Kami punya jingle, kamu bayar sudah. Jingle itu 'kan haknya kami, itu pun disuruh bayar. Kami kurang setuju di situ, karena kami sudah membayar penyanyinya dan lagunya, semua sudah kita bayar, itu hak ciptanya ada di kami. Tapi itu juga disuruh bayar, itu kami akan kirim surat ke berapa," pungkas Budi.
Lihat juga Video 'Soal Polemik Royalti Lagu, Parade Hujan: LMKN Harus Berbenah':