Ekonom Nilai Pemerintah Pusat Ikut Andil di Kisruh Bupati Pati, Kok Bisa?

Ekonom Nilai Pemerintah Pusat Ikut Andil di Kisruh Bupati Pati, Kok Bisa?

Andi Hidayat - detikFinance
Kamis, 14 Agu 2025 14:14 WIB
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). Dalam unjuk rasa yang dihadiri sekitar 100 ribu warga itu menuntut Bupati Pati Sudewo agar mundur dari jabatannya karena dinilai arogan dan sejumlah kebijakannya tidak pro ke masyarakat. ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Jakarta -

Langkah Bupati Pati, Sadewo, yang mau menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250% berbuntut panjang. Ia didemo besar-besaran oleh warga Pati dan kini terancam dimakzulkan oleh DPRD Kabupaten Pati.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menilai ada peran pemerintah pusat dalam kisruh ini. Efisiensi anggaran yang memangkas dana transfer daerah sampai 50% jadi salah satu pemicu.

Eko menjelaskan kenaikan PBB secara besar-besaran berawal dari pemangkasan dana transfer daerah oleh pemerintah pusat yang nilainya mencapai Rp 50 triliun. Menurutnya, efisiensi ini berdampak besar bagi banyak daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada unsur dari kebijakan pemerintah pusat yang ber-impact terhadap situasi di Pati kemarin," ungkap Eko kepada wartawan di Menara Danareksa, Jakarta, Kamis (14/8/2025).

"Kenapa? Karena banyak daerah kita itu kapasitas fiskalnya belum tinggi. Rata-rata malah rendah, artinya mereka sangat bergantung pada kehadiran dana dari pusat ke daerah-daerah," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Kabupaten Pati, kata Eko, termasuk dalam daerah yang belum cukup kuat secara fiskal. Oleh karena itu, pemerintah daerah mengambil jalan pintas untuk menambah penerimaan dengan mengerek besaran PBB secara besar-besaran, meski dinilai tidak berkelanjutan.

Ia juga menduga bahwa kebijakan serupa dilakukan oleh sejumlah pemerintah daerah lainnya di Indonesia. Menurutnya, seharusnya pemerintah daerah menggerakkan aktivitas ekonomi secara masif untuk meningkatkan penerimaan fiskal.

"Kepala daerah rupanya memilih cara jangka pendek, cara-cara cepat. PBB rata-rata yang ditarget karena langsung masuk ke pajak daerah," jelasnya.

Eko menilai bahwa kenaikan PBB yang dilakukan pemerintah daerah tidak disertai dengan kajian yang matang. Ia menduga besaran PBB yang dipatok berdasarkan kekurangan dana transfer dari pusat yang diefisiensikan.

"Dugaan saya, mereka menghitung dari gap yang harus ditutup-'uang' sebagai pengganti efisiensi dari berkurangnya transfer dari pusat. Akhirnya mungkin disimulasikan, 'kalau PBB naik 250%, nutup nih'. Setidaknya bisa menambah pendapatan daerah untuk APBD-nya," pungkas Eko.

Simak Video 'Demo Akbar Pati Berakhir Ricuh, Bupati Sudewo Tetap Ogah Mundur':
(fdl/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads