Buat Main Golf Kok Dilaporkan Cost Recovery
Kamis, 26 Jul 2007 11:10 WIB
Jakarta - Angka cost recovery yang diajukan ke APBN banyak yang janggal. Transparansi International Indonesia (TII) bahkan menemukan adanya biaya untuk bersenang-senang tapi justru dilaporkan ke cost recovery.Deputi Sekjen TII Rezki Sri Wibowo mengungkapkan, berdasarkan studi awal yang dilakukan TII, menunjukkan bahwa detail perhitungan penerimaan yang dikaitkan dengan biaya operasi kontraktor sangat sulit ditelusuri."Padahal risiko penyimpangan dalam proses ini sangat tinggi. Misalnya pernah ditemukan data cost recovery yang diam-diam memasukkan alat-alat kesenangan seperti golf dan entertainment lain yang tidak ada kaitan langsung dengan produksi migas. Dan ini jumlahnya tidak bisa dianggap enteng," urai Rezki dalam penjelasan tertulisnya kepada detikFinance, Kamis (26/7/2007).TII melihat segala informasi yang berkaitan dengan perhitungan cost recovery di sektor migas semakin menambah lemahnya titik-titik risiko terjadinya praktek korupsi."Ironisnya, informasi mengenai bad practices di sektor ini seakan terlindungi oleh UU Migas No 22 tahun 2001 yang menjamin kerahasiaan data dan informasi seputar kegiatan dan pengelolaan migas," tambah Rezki.Untuk itu, TII mendesak pemerintah dan KKS bersikap transparan dalam menghitung cost recovery. Hal ini untuk menghindari risiko terjadinya korupsi dalam perhitungan biaya kegiatan kontraktor.TII juga mendesak pemerintah untuk segera mengadopsi prinsip transparansi dalam kerangka Extactive Industry Transparancey Initiatives (EITI) sebagai upaya antisipasi terhadap fenomena kutukan sumer daya.Pemerintah juga didesak untuk segera mengaktifkan kembali tim gabungan yang beranggotakan Ditjen Pajak, BPKP dan BP Migas untuk memperkuat payung hukum dan mengkaji ulang batasan cost recovery yang diminta kontraktor migas.Seperti diketahui, besaran cost recovery yang diajukan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) pada 2007 mencapai US$ 10,4 miliar atau sekitar Rp 93,9 triliun dari total penerimaan kotor pemerintah dari sektor migas senilai US$ 35 miliar. Besarnya cost recovery yang mencapai 30% ini membuat Panitia Anggaran DPR mendesak pemerintah untuk menurunkan biaya kegiatan yang dilakukan oleh kontraktor ini. Target dewan besaran cost recovery bisa ditekan hingga 8-10 persen untuk mengurangi defisit APBN 2007. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan mendesak pemerintah segera mengkaji ulang sejumlah kontrak kerjasama migas karena adanya inefisiensi cost recovery oleh kontraktor, dan kontrak sebelumnya dianggap lemah. Dari perhitungan bagi hasil migas selama ini, di sebagian kontrak bagian pemerintah sebenarnya cukup besar yakni 85:15 untuk minyak dan 70:30 untuk gas. Namun bagian pemerintah yang lebih besar dari kontraktor itu masih harus dikurangi untuk menanggung cost recovery. Komponen cost recovery ini mencakup biaya produksi pengangkatan minyak (lifting) dan biaya investasi yang dikeluarkan kontraktor. Besarnya biaya tersebut dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya tergantung dari lokasi dan infrastruktur yang tersedia.
(qom/ir)