Gaji Rp 7,5 Juta Bebas Pajak Bisa Bikin Penerimaan PPh Berkurang, tapi...

Gaji Rp 7,5 Juta Bebas Pajak Bisa Bikin Penerimaan PPh Berkurang, tapi...

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 08 Sep 2025 14:02 WIB
Ilustrasi THR
Ilustrasi/Foto: Muhammad Ridho
Jakarta -

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) diminta untuk dinaikkan ambang batasnya, dari semula Rp 4,5 juta per bulan, menjadi Rp 7,5 juta per bulan. Usulan ini paling kencang disuarakan oleh serikat buruh dan diungkapkan langsung saat bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat beberapa waktu yang lalu.

Menaikkan PTKP jelas akan berdampak ke penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi ke kantong negara. Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan ketika PTKP dinaikkan pada 2013, penerimaan negara dari PPh orang pribadi anjlok Rp 13 triliun. Saat itu, PTKP hanya naik 53%.

"Jelas kita perlu melihat sisi fiskalnya. Ada pengalaman menarik di 2013. Waktu itu pemerintah menaikkan PTKP cukup besar, sekitar 53%. Dampaknya? Penerimaan PPh orang pribadi turun sekitar Rp 13 triliun," sebut Yusuf Rendy kepada detikcom, Senin (8/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, saat ini usulan kenaikan PTKP yang diberikan buruh jauh lebih ekstrem daripada 2013. Bila PTKP naik menjadi Rp 7,5 juta, artinya kenaikan itu sebesar 70%. Bila kenaikan PTKP 53% saja bisa menghilangkan Rp 13 triliun, potensi kehilangan pendapatan negara dari PPh orang pribadi bisa jauh lebih besar jika usulan buruh diakomodir.

Di tengah belanja pemerintah yang tinggi-tingginya, turunnya penerimaan dari PPh orang pribadi bisa membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar. Bisa jadi, terjadi kenaikan tarif pajak lain untuk menggantikan potensi pendapatan yang hilang dari kenaikan PTKP.

ADVERTISEMENT

"Potensi kehilangan penerimaan negara tentu jauh lebih besar. Padahal belanja pemerintah lagi tinggi-tingginya, subsidi energi, bantuan sosial, kesehatan, pendidikan. Kalau basis pajak formal menyempit terlalu drastis, risiko defisit melebar dan negara terpaksa menutup celah itu lewat utang atau dengan menaikkan pajak jenis lain, misalnya PPN atau cukai," papar Yusuf Rendy.

Di sisi lain, masih berkaca pada kenaikan PTKP pada 2013, Rendy mengatakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan kala itu menemukan pola data yang unik. Usai PTKP naik, turunnya penerimaan PPh orang pribadi hanya terjadi 1-2 tahun saja, setelahnya ekonomi bergerak dengan cepat dan penerimaan pajak secara keseluruhan kembali normal.

"Namun kajian Badan Kebijakan Fiskal menemukan penurunan itu hanya berlangsung 1-2 tahun. Setelah ekonomi pulih, penerimaan pajak kembali naik normal, sementara di sisi lain konsumsi, investasi, bahkan penciptaan lapangan kerja justru terdorong," kata Yusuf Rendy.

Kenaikan PTKP Bisa Bertahap

Namun secara prinsip, Rendy melihat usulan buruh menaikkan PTKP masuk akal dan punya dasar kuat, yaitu biaya hidup yang melonjak, sementara PTKP tak berubah bertahun-tahun. Namun, agar fiskal tetap sehat, lebih realistis kalau pemerintah menaikkan PTKP secara bertahap tak perlu sampai langsung menjadi Rp 7,5 juta per bulan.

"Hal itu dilakukan sambil memperluas insentif berbasis tanggungan keluarga atau kebutuhan hidup layak. Dengan begitu, tujuan melindungi daya beli tercapai, tetapi keberlanjutan keuangan negara juga tetap terjaga," jelas Yusuf Rendy.

Penerimaan PPN Bisa Meningkat

Di sisi lain, Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda justru menilai potensi turunnya penerimaan dari PPh orang pribadi karena kenaikan PTKP bisa digantikan penerimaan pajak yang lain.

Sebab, menurut Huda, kenaikan PTKP akan memberikan penghasilan bersih kepada masyarakat sebagai pekerja jauh lebih besar. Dengan begitu daya beli meningkat dan masyarakat pun berbelanja. Pada ujungnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan terkerek imbas kenaikan belanja masyarakat.

"Hasil bagi penerimaan negara memang bisa negatif di pajak penghasilan karyawan tapi bisa positif di pajak lainnya, salah satunya Pajak Pertambahan Nilai atau PPN. Dengan ada ruang konsumsi lebih besar, masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak. Harapannya adalah konsumsi rumah tangga meningkat dan penerimaan PPN juga melonjak. Jadi, penurunan di PPh 21 karyawan akan terkompensasi dengan kenaikan penerimaan PPN. Jadi, hasilnya tetap positif dan kebijakan ini bisa diterapkan," sebut Huda ketika dihubungi detikcom.

Tonton juga video "17+8 Tuntutan Rakyat Dijawab DPR, TNI, dan Polri" di sini:

Halaman 2 dari 2
(hal/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads