Kinerja keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) merosot pada semester I 2025. Emiten nikel ini membukukan penyusutan laba sebesar 32,4% menjadi US$ 25,2 juta atau sekitar Rp 415,05 miliar (asumsi kurs Rp 16.470) dari US$ 37,28 juta atau sekitar Rp 614,35 miliar di periode yang sama 2024.
Penurunan tajam terjadi pada kuartal II 2025, ketika Vale hanya mencetak laba US$ 3,5 juta atau Rp 57,64 miliar. Angka itu anjlok 83,94% dibanding US$ 21,8 juta atau Rp 359,09 miliar di kuartal II 2024.
Dari sisi pendapatan, Vale juga mencatat penurunan baik secara semesteran maupun kuartalan. Pada kuartal II 2025, pendapatan tercatat US$ 220,2 juta, turun dari US$ 206,5 juta. Sedangkan semester I 2025 hanya mencapai US$ 426,7 juta, menurun dibanding US$ 478,7 juta di paruh pertama 2024.
"Semester I 2025 memang laba sedikit menurun, tapi kalau kita lihat fundamental INCO, secara harga memang menunjukkan penurunan," ujar Direktur sekaligus Chief Financial Officer Vale Indonesia, Rizky Andhika Putra, dalam Public Expose Live secara virtual, Kamis (11/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Vale optimistis melihat peluang pertumbuhan di semester II 2025. Rizky menyebut, biaya internal sudah turun di paruh pertama 2025. Selain itu, ada katalis baru dari kesepakatan harga nikel matte dan persetujuan revisi RKAB yang memungkinkan Vale menjual 2,2 juta ton bijih saprolit dari blok Bahodopi.
"Contohnya nikel matte sudah memiliki harga atau key ability yang baru. Jadi, dari sisi pendapatan, potensi dari segmen bisnis nikel matte akan lebih baik," jelasnya.
Vale menargetkan produksi sekitar 71.234 metrik ton nikel dalam matte sepanjang 2025, meningkat dari target tahun sebelumnya. Pada kuartal II 2025, pengiriman nikel matte naik menjadi 18.023 ton.
"Ke depannya kita akan memiliki volume yang lebih besar dari Bahodopi. Lalu ada peningkatan bisnis dari mining site kami di Pomalaa," imbuh Rizky.
Lihat juga Video 'Luhut Ragukan Intelektualitas Tom Lembong yang Sebut Harga Nikel Anjlok':