Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani buka suara soal dugaan beras di Gudang Bulog ada yang terancam terbuang (disposal) karena mengalami penurunan mutu, sehingga tidak layak dikonsumsi.
Ia menegaskan, beras di Gudang Bulog dalam keadaan baik, tidak rusak maupun turun mutu. Rizal meyakini proses penyimpanan beras di gudang hingga pengemasan dijaga dengan baik.
"Kemarin saya bawa ke sana supaya teman-teman media lihat sendiri. Ada nggak yang rusak? Kan nggak ada (kerusakan beras)," tegas dia di Grand Lucky, Radio Dalam Jakarta Selatan, Minggu (14/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, dia tidak menutup mata bahwa ada kemungkinan tidak 100% beras tidak mengalami kerusakan. Meski begitu, Rizal meyakini pihaknya berupaya untuk memproses beras berkualitas baik bagi masyarakat.
"Tapi yang namanya gudang, nggak mungkin 100% (nggak ada yang rusak). Intinya kita berupaya untuk jadi bagus," tuturnya.
Keluhan Kualitas Beras SPHP
Rizal menerangkan, terkait dengan beras SPHP yang kualitasnya pera karena memang dari varietas dari bibit padinya. "Memang tekstur dari bibitnya seperti itu. Jadi varietas padinya yang pera. Biasanya orang Sumatera sukanya yang kiri nih (pera). Karena kalau orang Jawa sukanya kan makannya pakai yang kering-kering, sehingga harus pulen dia," tambahnya.
Ia meyakini pihaknya terus memilih beras yang berkualitas baik dari gudang. Langkah pemilihan yang selektif ini dilakukan demi menghindari penyaluran beras yang sudah menguning ke masyarakat.
"Bersama dengan first in, first out juga dilihat secara kualitas beras tersebut. Jadi belum tentu beras yang lama harus segera dikeluarkan. Nah, kadang beras yang baru pun harus segera dikeluarkan. Kenapa? Karena yang beras yang baru ini kadang-kadang juga ada yang cepat rusak. Karena waktu mungkin panennya dulu nggak bagus.
Belum waktunya panen sudah dipanen sehingga begitu diolah jadi beras, cepat menguning, kita seleksi yang baik,"tuturnya.
Dalam keterangan terpisah, Rizal menegaskan bahwa Bulog senantiasa menjaga mutu beras melalui rangkaian prosedur pengelolaan di gudang. Hal ini diungkapkan saat Komisi IV DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Panitia Kerja Pengawasan Penyerapan Gabah dan Jagung di Subang, Jawa Barat, Minggu (8/9) lalu.
Rizal menjelaskan setiap beras yang masuk diperiksa terlebih dahulu, lalu dipantau secara berkala dengan menjaga kebersihan dan sanitasi gudang. Apabila terdeteksi indikasi serangan hama, Bulog melakukan tindakan pengendalian seperti spraying maupun fumigasi.
"Dalam penyaluran, Bulog menerapkan sistem FIFO (First In, First Out) dan FEFO (First Expired First Out) untuk memastikan rotasi stok berjalan baik. Jika ditemukan penurunan kualitas, dilakukan langkah korektif berupa pemisahan, fumigasi ulang, hingga pengolahan dengan mesin pemilah modern. Dengan demikian, masyarakat menerima beras berkualitas baik dan layak konsumsi sesuai standar," terangnya.
Dugaan Beras Disposal
Terkait dengan dugaan beras disposal dari pasokan Bulog diungkapkan oleh Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa. Ia Beras sisa impor di gudang sebanyak 100 ribu ton terancam terbuang (disposal) karena mengalami penurunan mutu, sehingga tidak layak dikonsumsi.
Menurut Andreas beras turun mutu itu tersimpan di gudang filial milik mitra Bulog yang dikerjasamakan untuk menyimpan sementara.
Potensi kerugian negara dari kondisi tersebut diperkirakan Rp 1,2 triliun. Kerugian ini terjadi karena beras tersebut merupakan bagian cadangan pangan pemerintah (CBP), dan anggarannya bersumber dari APBN.
"Itu berasnya sudah pada nggak karuan loh. Perhitungan saya disposal tahun ini bisa lebih dari 100 ribu ton. Jadi hati-hati nih pemerintah. Kalau 100 ribu ton saja, negara dirugikan Rp 1,2 triliun. Harus diingat itu," kata Dwi Andreas, dalam acara Diskusi Publik Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Dwi Andreas mengungkapkan beras turun mutu itu memang dari sisa impor tahun lalu. Menurut perkiraan Andres terdapat lebih dari 1 juta ton beras sisa impor yang belum didistribusikan ke pasaran.
Karena terlalu lama disimpan, maka mutu dan kualitas beras telah turun, sehingga tidak layak lagi dikonsumsi oleh masyarakat. Meskipun sebenarnya beras disposal juga ada dari penyerapan dalam negeri yang diserap dengan kebijakan any quality atau diserap dengan berbagai kondisi beras dari petani.
(kil/kil)