Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Kawendra Lukistian mendorong perbaikan kinerja perusahaan dalam rapat bersama jajaran PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Angkasa Pura Indonesia dalam rapat Senin (22/9) kemarin. Awalnya pihaknya mengapresiasi capaian Garuda Indonesia yang masih mampu meraih penghargaan internasional, di tengah kondisi keuangan yang masih merugi.
Salah satunya penghargaan di ajang Freddie Awards 2025 yang menunjukkan Garuda tetap mendapat pengakuan global. Namun, menurutnya, apresiasi itu tidak boleh menutupi kenyataan bahwa perusahaan pelat merah tersebut masih mengalami kerugian signifikan.
"Kalau kita bicara sekarang Garuda masih rugi. Walaupun sudah mengurangi kerugiannya, saya ingin tahu kapan kita tidak akan rugi lagi? Jangan hanya paparan dan janji, tapi harus ada target jelas," tegas Kawendra dalam rapat dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (23/9/25).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyoroti efisiensi seat load factor Garuda yang masih jauh tertinggal dibanding maskapai internasional. Menurut Kawendra, maskapai asing bisa memperoleh margin dengan tingkat keterisian 78-83%, sedangkan Garuda harus mencapai lebih dari 100% agar tidak merugi.
Selain itu, Kawendra juga mempertanyakan penggunaan dana yang sebelumnya disalurkan melalui Danatara untuk menangani pesawat grounded. Ia mendesak adanya timeline dan komitmen nyata agar tidak lagi bergantung pada suntikan dana negara tanpa perbaikan struktural.
Kawendra menegaskan Garuda tidak boleh ditutup atau dimatikan. Ia mengibaratkan persoalan di tubuh BUMN bukan alasan untuk menghancurkan perusahaan, melainkan harus ditambal dan dibersihkan.
"Kalau ada kapal bocor, kita tambal, bukan kita bakar dan tenggelamkan. Kalau ada hama di lumbung padi, hamanya kita basmi, bukan membakar padinya," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kawendra mengungkapkan bahwa menghubungi Direktur Utama PT Angkasa Pura Indonesia, Rizal Pahlevi untuk menyampaikan keluhan masyarakat daerah, namun tidak mendapat jawaban.
"Saya telepon Pak Dirut, saya WhatsApp Pak Dirut, tapi dijawabnya lama. Saya telpon juga tidak diangkat dan tidak telepon balik. Saya minta tolong sekali, bandara di Jember ini mari kita sama-sama cari formula terbaiknya, jangan dibiarkan begitu saja," ungkap Kawendra.
Ia menekankan masyarakat di Jember dan Lumajang berhak mendapat akses penerbangan yang setara dengan daerah lain. Kawendra juga menyoroti konektivitas penerbangan, termasuk jadwal transit yang sering tidak efisien, serta dugaan praktik mafia dalam penjadwalan slot penerbangan yang merugikan penumpang.
"Masa negara (BUMN) kalah sama swasta? Garuda sebagai otoritas penerbangan jangan lemah. Kita lagi sikat-sikatin yang nggak benar. Mau di-backup siapapun, tolong jangan kompromi," ujar Kawendra.
Di akhir pernyataannya, Kawendra menegaskan harapan agar Garuda Indonesia dan Angkasa Pura benar-benar bertransformasi. Ia menuntut adanya paparan detail, target waktu yang jelas, serta komitmen peningkatan layanan sehingga tidak sekadar berhenti pada retorika.
"Kita ingin Garuda tetap jadi kebanggaan bangsa, tapi itu butuh langkah konkret, bukan sekadar omongan. Ke depan, saya berharap semua bandara dan layanan penerbangan Indonesia bisa memberikan pengalaman terbaik bagi masyarakat," pungkasnya.