Buruh Dunia: Investor Lebih Suka Negara yang Lindungi Pekerja

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 24 Sep 2025 13:38 WIB
Foto: Massa buruh demo di depan Gedung DPR (Foto: Wildan/detikcom)
Jakarta -

Serikat buruh dunia, IndustriALL Global Union, mengatakan negara yang punya sistem perlindungan buruh yang baik sering menjadi tujuan investasi negara maju atau perusahaan internasional. Sebab perlindungan dan kepastian hukum menjadi salah satu penilaian utama para investor asing sebelum menanamkan modalnya di suatu negara.

"Kalau kita melihat misalnya angka dari investasi, kebanyakan dari investasi itu justru masuk ke negara-negara yang buruhnya kuat," kata Assistant General Secretary IndustriALL Global Union, Kemal Ozkan, dalam konferensi pers di Sofyan Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025).

"Saat ini tren-nya adalah ketika kita bicara terkait dengan perdagangan maupun produksi di negara-negara, ketika negara tersebut justru melindungi hak pekerja, kemudian juga hak asasi manusianya, justru di situlah mereka mendapatkan keuntungan dari perdagangan mereka," sambungnya.

Di sisi lain, saat kepastian hukum dan perlindungan pekerja suatu negara lemah, investor asing akan menilai penanaman modal di negara itu juga berisiko. Mereka bisa saja kehilangan dana investasi yang sudah ditanamkan atau harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk bisa berproduksi.

"Jika mereka membuat kebijakan ketenagakerjaan itu lebih protektif bagi pekerja, maka akan lebih bermanfaat untuk banyak pihak. Manfaat bagi pemerintah, bagi masyarakat, bagi pekerja," tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, berpendapat saat ini Indonesia sudah membangun banyak perjanjian dagang dengan negara asing.

Dalam berbagai perjanjian dagang itu banyak negara sudah menyampaikan minatnya untuk berinvestasi di Tanah Air. Sabut saja salah satunya Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang resmi ditandatangani kemarin, Selasa (23/9).

Meski begitu, menurutnya perjanjian dagang tersebut tak serta merta langsung menciptakan lapangan kerja baru atau menyerap banyak tenaga kerja dalam negeri. Sebab menurut dia, sebagian besar investasi yang masuk ke Indonesia akan jatuh ke sektor-sektor padat modal, bukan pada karya.

"Perjanjian fakta-fakta internasional itu tidak serta-merta akan membuka lapangan kerja yang baru. Karena apa? Mereka itu yang liberalisasi modal. Bukan kepada sektor rill," ucapnya.

"Nah, karena itu kami tidak terlalu percaya IEU-CEPA itu yang sudah tanda tangan akan membuka lapangan kerja 5 juta yang harus dihidupin sektor real. Seperti sektor tekstil, garmen, sepatu, dengan deregulasi industri makanan, upah yang layak," sambung Said.

Alih-alih menciptakan lapangan kerja baru, menurutnya Indonesia hanya akan menjadi pasar perusahaan atau negara asing. Sebab produk-produk buatan mereka bisa masuk tanpa tarif alias 0%.

"IEU-CEPA atau mungkin AFTA atau CAFTA itu perjanjian yang hanya menguntungkan kelompok pengusaha besar saja, kenapa? Indonesia kan pasar. Indonesia jumlah penduduknya hampir 280 juta orang. Dalam 280 juta orang ini kan dia pasar buat masuknya barang-barang luar negeri tanpa biaya masuk 0%," terangnya.

Said kemudian menegaskan kembali pernyataan serikat buruh dunia IndustriALL Global Union di mana investasi industri padat modal hanya dapat terjadi jika para buruh memiliki kepastian hukum dan dilindungi negara.

"Tadi kan sudah dijelasin, di internasional justru perusahaan-perusahaan dan negara-negara yang menerapkan hukum-hukum yang melindungi buruh, dia maju," tegasnya.

Tonton juga video "Atap Teras KPT Brebes Roboh, 3 Pekerja Terluka" di sini:




(fdl/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork