Mencari pekerjaan memang penuh perjuangan. Namun saat kondisi ekonomi semakin sulit serta ketatnya persaingan mencari kerja, kasus penipuan berkedok lowongan kerja malah makin marak terjadi.
Banyak modus digunakan oknum untuk menjebak korban yang sedang berjuang untuk dapat sumber penghasilan. Bahkan proses penipuan pekerjaan ini tak jarang menggunakan jejaring sosial seperti LinkedIn.
Parahnya lagi, menurut laporan Business Insider banyak lowongan kerja fiktif di situs dan jejaring sosial ini dibuat dan diproses menggunakan AI atau teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGPT. Dengan begitu pelaku penipuan tidak perlu susah payah membuat 'perangkap' penipuan lowongan kerja.
"Semakin banyak orang yang menganggur, jika saya seorang penjahat, semakin baik pasar untuk penipuan saya," kata direktur eksekutif National Cybersecurity Alliance, Lisa Plaggemier, kepada Business Insider, dikutip Kamis (25/9/2025).
Menurut Komisi Perdagangan Federal AS, laporan konsumen tentang penipuan lowongan kerja dan agen tenaga kerja palsu meningkat tiga kali lipat antara 2020 hingga 2024. Sementara total kerugian uang yang hilang imbas penipuan itu meningkat dari US$ 90 juta atau Rp 1,5 triliun (kurs Rp 16.684/dolar AS) menjadi US$ 501 juta atau Rp 8,35 triliun.
Dari sekian banyak korban penipuan, salah satunya ada seorang sarjana lulusan baru yang sudah dua tahun menganggur bernama Amisha Datta. Karena salah satu lowongan kerja fiktif di LinkedIn, alih-alih dapat kerja, dirinya malah kehilangan US$ 4.300 atau Rp 71,74 juta.
Dalam lowongan kerja palsu itu, Datta diminta untuk membeli perangkat laptop khusus yang dapat menunjang aktivitas pekerjaannya usai lamarannya diterima. Namun sayang laptop itu tak kunjung datang hingga ia sadar bawah dirinya telah tertipu.
Kemudian ada juga Brenda Smith, wanita berusia 56 tahun ini yang memiliki gelar magister dan bekerja di pendidikan tinggi. Meski memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, ia kehilangan sekitar US$ 15.000 atau Rp 250,26 juta dalam penipuan pekerjaan yang juga bermula di LinkedIn.
Pengalaman mereka menunjukkan bagaimana dengan perangkat AI murah seperti ChatGPT dan rekayasa sosial, para penipu mampu menjebak bahkan pencari kerja yang berpendidikan tinggi dari segala usia dengan menggunakan situs karier terkemuka sebagai landasan untuk kejahatan mereka.
Tonton juga video "Kisah Pemuda Bogor Cari Kerja di JobFest Jaktim Usai Kena PHK" di sini:
(igo/fdl)