Gara-gara Emas, Duit Macet & Ekonomi Kena Getahnya

Gara-gara Emas, Duit Macet & Ekonomi Kena Getahnya

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 29 Sep 2025 13:44 WIB
Harga emas keluaran Logam Mulia Antam 24 Karat menyentuh Rp 1.444.000 per gram atau tertinggi sepanjang sejarah. Meski demikian antusias warga membeli emas tinggi.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Emas merupakan salah satu instrumen investasi lindung nilai paling aman alias safe haven. Dengan memiliki emas, investor bisa melindungi nilai aset mereka dari berbagai gejolak ekonomi hingga inflasi.

Karenanya tak mengherankan saat muncul ketidakpastian ekonomi baik global maupun domestik, banyak orang ikut berburu logam mulia, membuat harga semakin mahal dari hari ke hari. Namun di balik silau emas yang semakin berbinar, ternyata investasi satu ini malah dinilai berpotensi memperlambat laju ekonomi dalam negeri.

Pengamat Ekonomi Mata dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan saat harga emas melambung tinggi, tak sedikit orang akan menahan belanja mereka agar dapat memiliki logam mulia yang satu ini. Alhasil daya beli masyarakat akan ikut melemah yang kemudian akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dampak dari naiknya logam mulia ya perlambatan ekonomi, daya beli masyarakat turun karena masyarakat sekarang dia tahu bahwa saya harus menyimpan emas sebagai lindung nilai," ucap Ibrahim kepada detikcom, Senin (29/9/2025).

"Mereka tahu bahwa ini sedang perlambatan ekonomi, peredaran uang itu sedikit. Orang jualan di pinggir jalan begitu banyak yang sepi, karena masyarakat itu tahu. Mereka akan lebih condong uangnya dibelikan emas perhiasan atau logam mulia yang mereka tahu bahwa itu bakal naik," paparnya lagi.

ADVERTISEMENT

Menurutnya tidak ada yang salah dari tingginya minat masyarakat untuk mulai berinvestasi, termasuk di instrumen emas. Malah kondisi menunjukkan bagaimana literasi keuangan masyarakat Indonesia semakin membaik.

Namun menurut Ibrahim jika pembelian emas ini dilakukan secara berlebihan oleh masyarakat, apalagi karena mengikuti trend alias FOMO, maka saat itulah pertumbuhan ekonomi dalam negeri dapat melambat karena pengurangan konsumsi.

"Sebenarnya naiknya harga logam mulia itulah berdampak negatif terhadap ekonomi Indonesia. Karena orang semua kan beli emas, terus kan duitnya ditabungin semua. Sekarang orang mendingan tabungin emas tapi makan seadanya," tegas Ibrahim.

"Sampai sekarang pun orang juga jadi pada FOMO, bahkan Antam itu membatasi kan, membatasi pembelian Karena barangnya nggak ada," katanya lagi.

Menurutnya kondisi ini diperparah oleh aksi investor asing maupun domestik yang memilih untuk mengalihkan dana investasi mereka ke emas, membuat peredaran uang yang sudah terbatas menjadi lebih terbatas lagi.

Sementara itu, Ekonom senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai tingginya harga emas memang akan mempengaruhi ekonomi domestik Indonesia. Namun dampaknya akan sangat terbatas alias minim.

Sama seperti Ibrahim, ia juga berpendapat kenaikan harga emas belakangan memang akan menarik minat masyarakat untuk berinvestasi di logam mulia. Meski begitu, menurutnya pembelian emas lebih banyak dilakukan menggunakan dana tabungan masyarakat daripada dana konsumsi.

Sehingga masyarakat tidak serta merta mengurangi belanja hanya untuk membeli emas, dan kalaupun memang terjadi tidak begitu signifikan. Pada akhirnya kenaikan harga emas ini lebih menyebalkan peralihan jenis investasi yang dipilih masyarakat ataupun cara mereka menyimpan dana.

"Jadi kalau makin banyak emas disimpan, orang investasi, berarti kan cenderung mengurangi konsumsinya. Kalau konsumsi berkurang otomatis sebenarnya pengaruh ke ekonominya ada, tapi tidak terlalu besar," terang Tauhid.

"Orang beli emas itu kalau dia niat investasi jangka panjang. Kalau kebutuhan dia jangka pendek Biasanya tetap deposito. Jadi yang kemungkinan lari dari dana simpan, dari tabungan ya, bukan yang konsumsi. Tabungan itu beralih ke investasi," jelasnya lagi.

Selain itu, menurutnya kenaikan harga emas ini juga dapat mempengaruhi pasar modal dan pasar saham dalam negeri. Sebab bisa jadi banyak investor asing akan memilih untuk mengalihkan sebagian dananya ke produk investasi emas dari pasar saham atau modal, meski ia tidak mengetahui secara pasti.

"Bisa jadi mereka mengalihkan sebagian juga ke emas. Karena kalau selisih sekian persen Per ounce, tapi volumenya gede, gila kan keuntungannya," paparnya.

Kalau pun kondisi peralihan investasi dari pasar ke emas ini benar terjadi, menurut Tauhid jumlahnya tidak akan signifikan atau sangat besar. Sebab saat berinvestasi emas para investor harus memperhatikan selisih harga beli dan jual kembali (buyback) yang membuat keuntungan menjadi sangat tipis atau bahkan tidak ada jika diperdagangkan

"Bisa jadi mereka mengalihkan sebagian juga ke emas. Karena kalau selisih sekian persen Per ounce, tapi volumenya gede, gila kan keuntungannya," paparnya.




(igo/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads