Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui masih memiliki tunggakan pembayaran kompensasi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) senilai Rp 55 triliun. Tunggakan itu merupakan tagihan dari realisasi penugasan yang telah dijalankan pada periode kuartal I-II 2025.
"Sekitar Rp 55 triliun itu yang kompensasi saja. Triwulan pertama dan kedua tahun ini, dua-duanya," kata Purbaya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Purbaya menjanjikan sisa pembayaran akan dilakukan pada Oktober 2025. Saat ini sedang menunggu proses review dan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Memang 2025 masih ada yang belum dibayarkan triwulan I, II, tapi kita mengikuti prosedur yang sedang berjalan sekarang. Kalau kita lihat nanti Oktober, triwulan I-II akan kita bayarkan penuh," beber Purbaya.
Purbaya mengakui proses pencairan anggaran untuk kompensasi selama tiga bulan terlalu lama. Ia ingin ke depan prosesnya bisa lebih cepat sebagaimana pembayaran subsidi yang dilakukan setiap satu bulan.
"Saya janji ke mereka tadi kan satu bulan akan sudah ada peraturan baru atau kebijakan baru sehingga pembayarannya akan tepat waktu, tidak terlalu lama seperti sekarang," tutur Purbaya.
Dengan proses pencairan anggaran kompensasi yang lebih cepat, Purbaya berharap ke depan bisa membuat BUMN yang bersangkutan tidak lagi mengalami kerugian.
"Jadi itu (kalau kelamaan) mengganggu cash flow perusahaan-perusahaan yang profesional kayak BUMN. Tapi nanti kalau sudah itu keluar tepat waktu, saya harapkan BUMN ini jangan rugi terus," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan tagihan Rp 55 triliun itu untuk kompensasi BBM sepanjang kuartal I-2025. Sementara untuk kuartal II-2025 masih menunggu auditnya selesai.
"Rp 55 triliun untuk kuartal I. (Tagihan tinggal kompensasi?) Iya. Subsidi masih sisa sedikit karena audit BPK," beber Luky.
Simak juga Video 'Prabowo Kesal BUMN Rugi Tapi Bagi-Bagi Bonus: Brengsek!':
(kil/kil)