Kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di sektor maritim hampir mencapai 28 ribu orang. Hal ini disampaikan oleh Direktur PT Pertamina Marine Solutions (PMSol), bagian dari Subholding Integrated Marine Logistics (IML) Pertamina Group Dian Prama Irfani.
Pada sesi kuliah umum di di Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang, Irfani menyampaikan peran strategis PMSol dalam mendukung ketahanan energi nasional melalui layanan pengawakan kapal, inspeksi maritim, serta solusi kelautan terintegrasi. Menurutnya, kolaborasi antara industri dan akademisi menjadi penting dalam mencetak talenta maritim unggul yang siap menghadapi tantangan global.
"Dalam 10 tahun ke depan, kebutuhan Subholding IML akan pelaut diproyeksikan mencapai lebih dari 16.000 orang, ditambah sekitar 12.000 tenaga ahli maritim di bidang pelabuhan, logistik, dan keselamatan. Oleh karena itu, kolaborasi dengan kampus seperti PIP Semarang sangat penting untuk menutup kesenjangan kompetensi dan memastikan generasi muda kita siap bersaing di tingkat global," ujar Irfani saat PTK Goes to Campus, dikutip dari keterangannya, Rabu (1/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irfani menyoroti arah baru industri pelayaran global yang tengah memasuki era digitalisasi dan dekarbonisasi. Perkembangan teknologi seperti IoT, big data, hingga otomatisasi sistem kapal dan pelabuhan menuntut adanya SDM yang adaptif.
Pada saat yang sama, dorongan menuju green shipping melalui penggunaan bahan bakar ramah lingkungan seperti LNG, metanol, hingga hidrogen menjadi fokus utama sejalan dengan target IMO Net Zero Emission 2050. Ia menyebut subholding IML Pertamina saat ini mengoperasikan sekitar 500 kapal, lebih dari 100 pelabuhan, dan lima terminal energi strategis.
Selain itu, pihaknya juga mempunyai inisiatif dekarbonisasi armada melalui penggunaan LSFO, biodiesel, kapal dual fuel, slow steaming, hingga investasi kapal berbahan bakar alternatif. Hal ini menegaskan peran Pertamina tidak hanya dalam mendistribusikan energi, tetapi juga dalam membangun ekosistem maritim berkelanjutan.
Meski lulusan akademi pelayaran telah dibekali sertifikasi dasar Standards of Training, Certification, and Watchkeeping (STCW) dan kompetensi teknis, Irfan menilai dunia kerja menuntut lebih dari itu. Soft skills, kemampuan bahasa Inggris, literasi digital, hingga pemahaman praktik keberlanjutan kini menjadi keharusan.
PMSol menilai adanya gap antara kurikulum pendidikan dengan kebutuhan nyata industri, sehingga kemitraan strategis antara akademisi, regulator, dan pelaku industri harus diperkuat.
"PIP Semarang sudah menghasilkan lulusan dengan kompetensi dasar yang baik. Ke depan, kita perlu bersama-sama membangun kurikulum yang selaras dengan tren global, termasuk green shipping, digitalisasi, dan penguasaan soft skills. Inilah modal penting untuk mencetak pelaut Indonesia yang kompetitif di kancah internasional," tambah Irfani.
Simak juga Video 'BGN Tutup 45 Dapur SPPG, Janji Akan Perbaiki SDM':
(acd/acd)