Buruh Desak UMP 2026 Naik 10%, BKPM Ingatkan Risiko Daya Saing

Buruh Desak UMP 2026 Naik 10%, BKPM Ingatkan Risiko Daya Saing

Ilyas Fadilah - detikFinance
Kamis, 02 Okt 2025 13:04 WIB
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan.
Foto: Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan. Foto: Ilyas Fadilah/detikcom
Jakarta -

Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM merespons permintaan buruh yang menuntut upah minimum tahun 2026 naik sebesar 10%. BKPM menyerahkan perhitungan itu kepada lembaga tripartit, namun berharap kenaikan upah tetap mempertimbangkan dampak ke iklim investasi.

Menurut Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, pengambilan keputusan harus dilakukan secara hati-hati. Jangan sampai kenaikan upah minimum membuat iklim investasi di Tanah Air menjadi tidak kompetitf.

"Pada akhirnya pertimbangan kita adalah inflasi dan peningkatan GDP kalau dia memang bisa memberikan kemungkinan lebih mensejahterakan, kita lakukan. Tetapi yang harus dipertimbangkan hati-hati adalah jangan sampai peningkatannya itu memunculkan kemungkinan Indonesia menjadi tidak kompetitif," ujar Nurul saat ditemui di kantornya di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain mempertimbangkan kesejahteraan buruh, Nurul menyebut hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah masyarakat yang belum memiliki pekerjaan. Investasi sendiri menjadi salah satu instrumen untuk membuka lapangan pekerjaan.

ADVERTISEMENT

"Karena bagi pemerintah yang dipertimbangkan adalah bukan sekedar meningkatkan kesejahteraan buruh tetapi memikirkan saudara-saudara kita yang belum punya pekerjaan sehingga menavigasi ini pemerintah harus hati-hati. Jangan buruh yang sudah ada disejahterakan tetapi yang miskin makin banyak karena mereka nggak punya pekerjaan," bebernya.

Nurul menjelaskan, dampak kenaikan upah terhadap iklim investasi sebenarnya tergantung pada sektor apa yang dimaksud. Misalnya industri padat karya seperti tekstil, kenaikan upah minimum akan terasa dampaknya.

"Kita harus memetakan dulu kompetitor dalam konteks menarik investasi itu adanya di sektor apa bersaing dengan siapa. Jadi kalau kita bicara misalnya UMR yang berkaitan dengan misalnya industri tekstil dan apparel. Tentunya kalau kita bicara dari sisi pada akhirnya cost productionnya itu kita pasti nggak bisa bersaing dengan Bangladesh," ujar Nurul.

Untuk industri tersebut, Bangladesh memiliki upah minimum yang lebih rendah dari Indonesia. Meski demikian, negara di Asia Selatan itu memiliki pangsa pasar yang lebih kecil dibandingkan Indonesia dan teknologi yang belum tentu sebagus Indonesia.

"Nah dalam konteks itu kita harus meletakkan persaingannya adalah dengan menganalisa kalau Bangladesh punya kemampuan untuk produksi dengan biaya yang lebih murah karena faktor tenaga kerjanya murah, tapi teknologinya belum tentu yang paling bagus. Marketnya juga kecil," tutupnya.

(ily/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads