Laporan Bank Dunia: Ekonomi RI Diprediksi 4,8%-Cari Kerja Makin Susah

Laporan Bank Dunia: Ekonomi RI Diprediksi 4,8%-Cari Kerja Makin Susah

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 09 Okt 2025 05:55 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan ekonomi secara kumulatif atau sampai September 2018 sebesar 5,17%.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Bank Dunia (World Bank) merilis laporan terbaru East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025. Dalam laporan itu, terdapat proyeksi pertumbuhan ekonomi beserta kondisi ketenagakerjaan Indonesia.

Dari sisi ekonomi Indonesia, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan mencapai 4,8% pada 2025 dan 2026. Proyeksi untuk tahun ini lebih tinggi sedikit dari proyeksi sebelumnya 4,7%, sementara untuk tahun depan tidak ada perubahan.

"Perlambatan (ekonomi) di belahan dunia lain memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap negara-negara berkembang di Kawasan Asia Timur dan Pasifik," tulis laporan tersebut, dikutip Rabu (8/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bank Dunia menekankan fokus perbaikan ekonomi Indonesia seharusnya lebih kepada efisiensi dan prioritas belanja pemerintah, daripada hanya sekadar mengecilkan angka defisit itu sendiri. Pengelolaan pengeluaran yang lebih baik dinilai dapat menciptakan dampak positif jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas fiskal Indonesia, sekaligus mengantisipasi tantangan eksternal yang terus muncul.

ADVERTISEMENT

"Di Indonesia, permasalahannya lebih pada arah pengeluaran pemerintah daripada besarnya defisit yang diperkirakan akan tetap berada dalam aturan fiskal negara. Misalnya fokus saat ini adalah subsidi untuk sektor pangan, transportasi dan energi, serta investasi yang diarahkan untuk mendorong permintaan agregat," tuturnya.

Di sisi lain, Bank Dunia menilai reformasi struktural yang dilakukan pemerintah Indonesia seperti mengatasi hambatan non-tarif, deregulasi dan penyederhanaan perizinan berusaha dapat meningkatkan potensi pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja yang produktif.

Selain Indonesia, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara-negara kawasan Asia Timur dan Pasifik masih akan lemah meski ada sedikit perbaikan. Laju pertumbuhan ekonomi pada 2025-2026 diperkirakan masih akan di bawah pertumbuhan pada 2024 yang berada di level 5%.

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik akan berada pada level 4,8% di 2025 dan melemah ke level 4,3% pada 2026. Proyeksi itu lebih tinggi dari laporan edisi April 2025 yang di kisaran 4% dan 4,1%.

Cari Kerja di RI Makin Susah

Bank Dunia juga menyoroti sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia, China dan beberapa negara lain terutama untuk anak muda. Partisipasi angkatan kerja disebut masih rendah terutama untuk kalangan perempuan.

"Kaum muda kesulitan mencari pekerjaan di Tiongkok, Indonesia dan beberapa negara lain. Partisipasi angkatan kerja rendah di beberapa negara, terutama di Pasifik dan di kalangan perempuan," tulis laporan Bank Dunia.

China dan Indonesia menjadi dua negara dengan tingkat pengangguran usia 15-24 tahun tertinggi, diikuti Mongolia, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Thailand. Dari sisi persentase tingkat pengangguran anak muda di Indonesia hampir mencapai 15%, sementara di China sudah lebih dari 15%.

Akhirnya banyak pekerja di kawasan ini bekerja di sektor informal, yang tidak menjamin penghasilan memadai. Laporan Bank Dunia menyoroti pentingnya memindahkan pekerja dari pekerjaan berproduktivitas rendah ke pekerjaan yang lebih produktif.

Dari tahun 1970-an hingga 1990-an, banyak pekerja pindah dari pertanian ke manufaktur dan jasa yang lebih produktif. Hanya saja sejak 2000-an, pergerakan tenaga kerja cenderung menuju pekerjaan jasa berproduktivitas rendah dan informal, seperti ritel dan konstruksi.

Menurut Bank Dunia, maraknya tenaga kerja di sektor informal pada sebuah negara dapat memicu masyarakat kelas menengah menjadi rentan miskin. Hal ini tentunya dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

"Meningkatkan produktivitas lapangan kerja sangat penting bagi sebagian besar perekonomian di kawasan Asia Timur dan Pasifik karena produktivitas tenaga kerja masih relatif rendah dan di bawah
rata-rata global," imbuhnya.

Halaman 3 dari 2
(aid/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads