Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti halnya wilayah Maluku dan Maluku Utara, terdiri dari pulau-pulau, baik pulau besar maupun kecil. Dengan kondisi wilayah kepulauan, maka transportasi laut menjadi andalan warga untuk mobilitas geografis. Memang ada layanan pesawat udara, tapi selain tarifnya mahal, juga daya angkutnya terbatas, sehingga angkutan laut merupakan satu-satunya moda transportasi antar pulau yang terjangkau oleh warga kebanyakan.
Peneliti Inisiatif Strategis untuk Transportasi (INSTRAN), Darmaningtyas mengatakan, di sinilah pentingnya keberadaan angkutan laut Kapal Perintis yang mendapat subsidi dari negara amat diperlukan di NTT. Tanpa adanya subsidi dari negara, tarif kapal komersial tidak akan terjangkau oleh warga NTT. Hal itu mengingat ekonomi warga NTT tidak sebagus di Jawa. Dengan adanya Kapal Perintis yang tarifnya disubsidi oleh negara, maka tarifnya terjangkau oleh semua warga.
"Mobilitas geografis warga di NTT terjadi antar pulau besar ke pulau besar, dari pulau besar ke pulau kecil, dan/atau antar pulau kecil. Tujuan mobilitas pun amat beragam, dari urusan ekonomi, administrasi, pendidikan, kesehatan, sosial (silaturahmi), hingga rekreatif. Namun yang terbanyak adalah untuk ekonomi, yaitu mengangkut produk-produk pertanian, kebon, hutan, ternak, maupun hasil laut untuk dijual ke Kupang," tulisnya, Senin (13/10/2025).
Menurut Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kupang Simon Bonefasius Baon, di Pangkalan Kupang terdapat empat armada Kapal Perintis, yaitu dua armada penugasan PT Pelni, sedangkan dua armada lainnya dilayani oleh operator swasta. Kapal Perintis yang dioperasikan oleh Pelni adalah Sabuk Nusantara 90 dan Sabuk Nusantara 79, sedangkan yang dioperasikan oleh swasta adalah KM Sabuk Nusantara 55 dan Sabuk Nusantara 38.
Mereka tidak hanya melayani di wilayah NTT saja, tapi sampai ke Maluku Barat Daya (MBD) yang merupakan wilayah Provinsi Maluku, terutama ke daerah-daerah 3T. Juga melayani Kupang - Bima (NTB) lalu kembali ke Kupang. Kapal Sabuk Nusantara 90 melayani di Provinsi NTT, meliputi Pulau Flores, Alor, Sumba, Timor, Sawu, dan Rote; baik melayani penumpang maupun barang. Barang-barang yang dibawah oleh kapal yang dari NTB adalah hasil pertanian seperti jagung, bawang, beras, dan dedak untuk makan ternak.
"Jadwal pelayaran Kapal Perintis itu bukan tiap hari, tapi tergantung pada round pioint, ada yang putaran perjalanannya 11 hari PP, tapi ada pula yang 12 hari PP, atau dalam satu bulan rata-rata dua voyage (perjalanan)," lanjutnya.
Pelayanan angkutan penumpang memang paling dominan. Para penumpang umumnya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, ada pula para pelaku usaha UMKM yang menggunakan armada ini untuk membawa barang dagangan mereka berupa sembako dan bahan sandang ke daerah-daerah 3T di Provinsi NTT maupun MBD. Ketika balik ke Kupang, mereka membawa hasil bumi. Ada sentra-sentra produksi, misalnya kopra, jagung, kemiri, dan ikan segar yang dibawa dari MBD dan sekitarnya untuk dijual ke Kupang. Menurut Simon, Kapal Perintis memang menjadi andalan untuk daerah-daerah 3T di Provinsi NTT dan MBD.
Darmaningtyas menilai, sejauh ini, dilihat dari keekonomian, pelayanan Kapal Perintis itu masih cukup produktif untuk mendorong pergerakan ekonomi di wilayah NTT, karena kapal saat dari Kupang selain membawa penumpang, juga membawa kebutuhan pokok seperti sembako, bahan sandang, sabun, sampo, dan bahan bangunan; tapi saat balik dari daerah, banyak membawa hasil bumi, termasuk ikan segar. Untuk angkutan penumpang, baik menuju ke daerah maupun balik ke Kupang stabil, tapi untuk angkutan barang tingkat keterisian saat balik sekitar 50%. Khusus untuk ikan segar, diambil dri tempat pendaratan ikan, kemudian disalurkan ke pasar induk di Kupang, dan selanjutnya diekspor ke Timor Leste melalui darat.
Diakui oleh Simon, bahwa program Kapal Perintis dari Kemenhub ini amat membantu masyarakat menengah ke bawah di NTT untuk aksesibilitas ke provinsi. Contoh, di Kabupaten Rote terdapat Pulau Ndao, kalau tidak ada Kapal Perintis, mereka tidak punya akses ke ibu kota provinsi (Kupang). Begitu juga di Pulau Sabu. Bahkan Bupati MBD pun datang KSOP Kupang dan meminta agar Kapal Perintis yang melayani Kupang - MBD agar dihidupkan lagi karena masyarakat MBD sangat bergantung ke NTT.
"Jarak dari MBD ke Kupang lebih dekat daripada MBD ke Ambon, sehingga kalau mau ke Jakarta pun mereka memilih lewat Kupang daripada lewat Ambon. Itu sebabnya ketika layanan Kapal Perintis untuk lintasan Kupang - MBD terhenti, Masyarakat di MBD kelimpungan karena masyarakat MBD sangat bergantung ke Kupang. Saat ini Kupang - MBD dilayani oleh kapal swasta yang tarifnya komersial," lanjutnya.