Industri tekstil India mencari pembeli baru di luar pasar Amerika Serikat. Hal ini menjadi dampak tarif impor di Negeri Paman Sam yang mencapai 50%.
Para eksportir mulai mencari ceruk pasar di Benua Biru Eropa. Mereka juga menawarkan diskon besar kepada pelanggan di AS untuk meredam dampak tarif impor berbiaya tinggi.
Di AS, India menjadi negara dengan tarif impor terbesar dari berbagai negara lain. Tentu hal ini mempengaruhi penjualan barang dan hasil bumi India ke AS, mulai dari garmen, perhiasan, hingga udang.
Dilansir dari Reuters, Selasa (14/10/2025), seorang eksportir garmen yang berbasis di Mumbai mengatakan perusahaannya memprioritaskan diversifikasi ke pasar Uni Eropa.
Perundingan perdagangan antara India dan Uni Eropa telah cukup jauh dibahas kedua negara. Tim dari kedua negara bekerja secara intensif untuk memenuhi target untuk menandatangani pakta perdagangan bebas di akhir tahun ini.
Uni Eropa adalah mitra dagang barang terbesar India, dengan perdagangan dua arah sebesar US$ 137,5 miliar pada tahun fiskal hingga Maret 2024, meningkat hampir 90% selama dekade terakhir.
Eksportir India meningkatkan upaya untuk memenuhi standar Uni Eropa yang lebih ketat terkait bahan kimia, pelabelan produk, dan sumber etis, ungkap eksportir tekstil. Eksportir juga ingin mengurangi ketergantungan mereka pada Amerika Serikat.
Amerika Serikat merupakan pasar tekstil dan pakaian jadi terbesar India pada tahun fiskal hingga Maret 2025, dengan pangsa hampir 29% dari total ekspor yang mencapai sekitar US$ 38 miliar.
Beberapa eksportir telah mulai menawarkan diskon untuk mempertahankan pelanggan AS, kata Vijay Kumar Agarwal, ketua Creative Group yang berbasis di Mumbai.
Jika tarif AS terus berlaku, perusahaan tersebut dapat kehilangan 6.000 hingga 7.000 dari 15.000 pekerjanya, dan setelah enam bulan mungkin mempertimbangkan untuk memindahkan produksi ke Oman atau negara tetangga Bangladesh.
Lihat juga Video: India Gaungkan Gerakan Cinta Produk Lokal Imbas Tarif Trump
(kil/kil)