Catatan Satu Tahun Pemerintahan Prabowo

Kolom

Catatan Satu Tahun Pemerintahan Prabowo

Muhammad Syarkawi Rauf - detikFinance
Rabu, 22 Okt 2025 18:33 WIB
Presiden Prabowo Subianto
Foto: YouTube Sekretariat Presiden
Jakarta -

Pidato presiden Prabowo pada rapat kabinet paripurna bertepatan dengan satu tahun pemerintahannya menarik untuk disimak. Salah satu poin penting yang disampaikan presiden Prabowo adalah perlunya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju.

Pidato presiden Prabowo sekaligus mengingatkan kita pada pemenang hadiah nobel ekonomi tahun 2018, professor ekonomi dari University of California, Berkeley, Paul Romer, bahwa permasalahan utama emerging market economies (EMEs) adalah besarnya "technology gap" (kesenjangan teknologi) dan "knowledge gap" (kesenjangan pengetahuan) dengan negara maju.

Sehingga, pekerjaan rumah utama pemerintah dan dunia usaha di negara-negara EMEs adalah membangun eksositem research and development (R&D) dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang melibatkan pemerintah, swasta, lembaga riset, universitas dan masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejalan dengan hal tersebut, Paul Romer memperkenalkan konsep pertumbuhan endogen (endogenous growth model) yang menekankan pada pentingnya R&D sebagai penopang kemajuan teknologi dan pendorong pertumbuhan ekonomi tinggi dalam jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi harus digerakkan dari dalam sistem perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi tidak bersumber dari dorongan faktor eksternal yang berada di luar sistem perekonomian nasional. Sehingga, kemajuan teknologi harus bersumber dari sumber daya internal perekonomian nasional.

ADVERTISEMENT

Model pertumbuhan ekonomi endogen yang mulai populer sejak tahun 1980-an menyatakan bahwa investasi pada pengembangan SDM, inovasi dan pengetahuan adalah kontributor utama pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Sebagai contoh, suatu perusahaan yang berinvestasi pada R&D dan pengembangan SDM akan menghasilkan pengetahuan baru. Pengetahuan baru memiliki snowball effect (efek bola salju) yang terus membesar dalam satu perekonomian. Dalam konteks ini, secara agregat perekonomian, menambah satu unit input tenaga kerja dan modal akan menambah output lebih dari satu kali (increasing return to scale).

Semakin besar stock of knowledge (stok pengetahuan), dalam hal ini jumlah orang berpendidikan tinggi di dalam suatu perekonomian maka semakin banyak inovasi teknologi. Snowball effect dari suatu pengetahuan terjadi melalui proses learning by doing (belajar sambil bekerja) dengan knowledge sharing (berbagi pengetahuan) antar pekerja dalam suatu perekonomian.

Sebagaimana pengalaman negara maju, barang modal tidak hanya berkaitan dengan investasi pada modal fisik saja tetapi juga mencakup investasi pada sektor pengetahuan. Pada saat suatu pengetahuan dihasilkan oleh pekerja atau perusahaan maka pengetahuan tersebut memiliki spillover effect (efek tular) ke perusahaan lain.

Sehingga investasi pada kegiatan R&D untuk menghasilkan pengetahuan baru oleh suatu perusahaan akan berdampak pada perusahaan lain. Pengetahuan dinyatakan sebagai barang publik yang penggunaannya bersifat partial excludable (pembatasan terbatas). Akses terhadap pengtahuan baru meskipun terbatas tetapi bersifat parsial.

Peningkatan stok pengetahuan dan teknologi dalam suatu perekonomian tergantung pada akumulasi barang modal. Meningkatnya akumulasi barang modal mendorong penyebaran teknologi dalam suatu perekonomian. Hal ini ikut membantu meningkatkan produktifitas perekonomain secara keseluruhan.

Intinya, pertumbuhan ekonomi tinggi dalam jangka panjang tidak mungkin bergantung pada rasio antara tabungan dengan output dibagi dengan rasio antara peningkatan akumulasi barang modal dengan perubahan output. Output nasional diukur menggunakan Gross Domestic Product (GDP).

Singkatnya, hanya ada satu jalan bagi perekonomian nasional untuk naik status dari negara berpendapatan menengah menjadi negara maju berpendapatan tinggi, lebih dari US$ 12.500 per kapita per tahun, selain berinvestasi pada kegiatan R&D, inovasi dan pengembangan SDM.

Dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029, sesuai visi presiden Prabowo dapat dilakukan melalui tiga langkah, yaitu: pertama, meningkatkan pengeluaran R&D secara bertahap, baik oleh pemerintah maupun sektor swasta, dari hanya 0,42% dari GDP tahun 2024 menjadi minimal 2% terhadap GDP dalam lima tahun ke depan.

Pemerintah Prabowo perlu belajar pada negara-negara yang telah mencapai status sebagai negara maju karena ditopang oleh anggaran R&D sebagai persentase terhadap GDP mencapai lebih dari 2%. Di mana, Jepang 3,3%, Korea 4,93%, Jerman sekitar 3,14%, dan AS sekitar 3,46% tahun 2021.

Sementara negara yang hingga saat ini masih berstatus sebagai middle income (negara berpendapatan menengah) memiliki pengeluaran R&D sebagai persentase terhadap GDP hanya 0,43% untuk Vietnam tahun 2021, 0,60% untuk Afrika Selatan tahun 2020, 0,65% untuk India tahun 2020, dan 0,94% untuk Rusia tahun 2022.

Kedua, melipatgandakan investasi pengembangan SDM. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pengembangan sekolah-sekolah unggulan di berbagai daerah. Tujuannya adalah melahirkan tenaga kerja berpengetahuan tinggi dan terampil.

Ketersediaan tenaga kerja profesional, SDM berpengetahuan tinggi dan terampil, akan menjadi basis pertumbuhan jumlah kelas menengah nasional. Tenaga kerja profesional menjadi ujung tombak dalam menyerap dan sekaligus mengembangkan teknologi tinggi dari negara maju.

Ketiga, membangun ekosistem inovasi nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun keterkaitan antara sektor pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Membangun linkage antara perguruan tinggi dengan sektor manufaktur national champion (andalan) di pasar ekspor.

Agenda-agenda tersebut di atas, dalam jangka menengah dan panjang akan menjamin terjadinya konvergensi dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi manufaktur terbaru.

Akhir kata, ketersediaan SDM, kapasitas penguasaan teknologi serta Sumber Daya Alam (SDA), dalam hal ini critical mineral (mineral kritis) atau rare earth (tanah jarang) di Indonesia dapat menjadi modal untuk membangun industri manufaktur yang kompetitif di pasar global.


Muhammad Syarkawi Rauf
Dosen FEB Unhas
Ketua KPPU RI 2015 - 2018

Simak juga Video: Sederet Capaian 1 Tahun Kabinet Merah Putih Pemerintahan Prabowo-Gibran

Halaman 3 dari 2
(ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads