80% Buah di Pasar Swalayan Indonesia Produk Impor

80% Buah di Pasar Swalayan Indonesia Produk Impor

- detikFinance
Rabu, 15 Agu 2007 10:42 WIB
Jakarta - Produk buah-buahan yang dijual di pasar swalayan Indonesia ternyata 80 persennya merupakan hasil impor. Banjir buah impor yang harganya lebih murah dengan kualitas lebih baik membuat petani lokal semakin sulit bersaing.Demikian temuan-temuan dari laporan Bank Dunia tentang 'Produsen Hortikultura dan Perkembangan Pasar Swalayan di Indonesia' yang dikeluarkan, Rabu (15/8/2007).Dalam laporan tersebut dituliskan, meskipun buah dan sayur segar bernilai 8 persen dari penjualan pasar swalayan dan sampai 15 persen dari penjualan eceran perkotaan, namun sebagian besar yakni 80 persen penjualan buah dan 20 persen penjualan sayur berasal dari impor. Buah dan sayur khususnya dari Cina dan Thailand biasanya lebih murah sekaligus berkualitas lebih baik sehingga semakin mempersulit petani lokal untuk bersaing. "Petani Indonesia yang mencoba untuk menjual hasil bumi kepada pasar swalayan benar-benar terhalang oleh rantai penawaran yang sangat buruk," kata penulis utama laporan tersebut, Shobba Shetty. Menurutnya, Petani di Indonesia sama sekali tidak memiliki dukungan infrastruktur untuk membuat produk-produk mereka mampu bersaing dengan produk impor tersebut. "Melewati jalan yang rusak, serta kekurangan sarana penyimpanan dingin dan pelayanan logistik seraya harus menghadapi praktek-praktek bisnis buruk yang telah berurat berakar, para petani Indonesia menghadapi rintangan yang sangat besar. Namun, pedagang eceran memiliki peluang besar untuk memasarkan hasil bumi di pasar-pasar swalayan jika masalah rantai penawaran ini dapat diatasi," jelasnya.Saat ini, persentase petani yang masuk dalam sektor pasar swalayan masih sedikit, sekitar 15 persen. Mereka terutama petani kecil, namun merupakan golongan elit jika dilihat dari segi kepemilikan lahan, modal, sarana seperti penampung air irigasi, dan pendidikan. Labanya juga 10-30 persen lebih tinggi daripada petani di sektor tradisional.Tetapi, pasar tradisional yang melayani sebagian besar petani dan dikendalikan oleh pemerintah kabupaten/kota juga berfungsi sebagai penyangga dan pengawas praktek rantai-rantai modern. Pasar tradisional menjual hasil bumi yang tersisa, termasuk yang tidak lolos pemeriksaan pengendalian mutu pasar swalayan yang banyak tuntutannya. Kadang-kadang pasar tradisional menjual produknya ke sektor modern ketika terjadi kelangkaan atau lenyapnya pasokan. Yang penting, pasar tradisional turut mengendalikan pertumbuhan kekuasaan pasar modern dan, kenyataannya, segmen-segmen pasar sama-sama bersaing.Pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia juga dinilai kurang dinamis. Salah satunya disebabkan karena kurangny akses petani dan pemasok kecil ke sektor jasa keuangan.Hal ini juga berakibat penurunan investasi produktif diseluruh rantai penawaran.Karena pembayaran dari pasar swalayan pada umumnya ditunda hingga 40 hari, maka pemasok, petani dan pedagang grosip mengalami kesulitan arus kas.Untuk itu, pemerintah harus memfasilitasi perjanjian antara Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (Aprindo) dengan pihak perbankan agar jaminan dapat diberikan atas jumlah penjualan yang diutang pihak pasar swalayan sehingga petani atau pedagang grosir dapat mempunyai akses ke pinjaman bank umum.Dalam laporan tersebut, ditemukan pula pasar-pasar grosir tradisional yang tidak memiliki keuntungan komparatif untuk bersaing dengan pemasok hasil bumi segar yang berkualitas lebih baik dari luar negeri maupun pedagang grosir domestik baru yang 'cerdas'. Pedagang besar antar pulau dan pedagang grosir generasi baru Indonesia yang berspesialisasi, bermodal dan berdedikasi di bidang industri makanan modern semakin mempersulit pasar tradisional untuk bersaing. (qom/qom)

Hide Ads