Di tepian laut utara Semarang, di Desa Tambakrejo, matahari pagi menyinari hamparan hijau yang dulu hanyalah kawasan mangrove biasa. Sekarang, pepohonan bakau itu telah berubah menjadi ruang harapan: pendidikan, ekonomi, dan lingkungan berpadu dalam satu program yang memberi kehidupan baru bagi masyarakat pesisir. Nilai sosio-ekonomi yang dulu terbatas kini mulai bergeser - dari sekadar tangkapan harian nelayan menjadi pariwisata edukatif, UMKM kreatif, dan ekosistem konservasi yang menggerakkan komunitas. Program CSR dari PT Pertamina (Persero) menjadi penggerak utama transformasi ini, memantik semangat kolaborasi antara warga, pemerintah lokal, dan sektor swasta untuk menciptakan manfaat nyata.
Setiap langkah di jembatan kayu, setiap paket kuliner seafood tepi laut, dan setiap bibit mangrove yang tertanam membawa makna baru: bahwa lingkungan yang lestari dan ekonomi yang tangguh bukan dua hal yang terpisah, tetapi satu kesatuan yang saling memperkuat. Masyarakat yang dulu bergantung pada satu mata pencaharian kini memiliki banyak pilihan - sebagai pemandu wisata, pengolah hasil laut, pelaku UMKM, atau pelestari alam. Ini adalah kisah bagaimana sebuah komunitas pesisir berubah wajah, membangun masa depan dengan kemandirian dan kebanggaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nelayan Kembangkan Ekowisata Mangrove
Kelompok nelayan di Desa Tambakrejo, Semarang Utara menyulap kawasan mangrove menjadi ekowisata sebagai upaya peningkatan ekonomi lokal sekaligus pelestarian lingkungan. Para nelayan yang tergabung dalam kelompok Cinta Alam Mangrove Asri dan Rimbun (Camar) ini tak sekadar membangun eduwisata, namun juga membina ibu-ibu pengolah hasil laut.
Ketua Kelompok Pemanfaatan Lahan (KPL) Camar, Juraimi mengatakan kelompok nelayan ini berdiri sejak tahun 2011, saat program CSR Pertamina hadir di Desa Tambakrejo. Para nelayan lantas ingin memaksimalkan bantuan tersebut dengan berfokus pada sektor lingkungan.
"Waktu itu ada program CSR dari Pertamina, fokusnya di pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur. Tapi lingkungan belum tersentuh. Maka kami dirikan Camar untuk menjawab kekosongan itu," kata Juraimi kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Seiring berjalannya waktu, Camar berkembang menjadi penggerak konservasi sekaligus ekonomi warga setempat. Puncaknya pada tahun 2019, Pertamina membangun jogging track sepanjang 240 meter di tengah kawasan mangrove. Tempat ini pun dikenal sebagai Eduwisata Mangrove Tambakrejo, dan menjadi ikon baru ekowisata di pesisir Semarang.
"Alhamdulillah itu aset sangat berharga. Tapi karena datangnya pandemi COVID-19, sempat vakum. Sekarang sudah hidup lagi, pengunjung rata-rata 50-60 orang per minggu," papar Juraimi.
Hadirkan Paket Wisata hingga Kuliner
Eduwisata Mangrove Tambakrejo menghadirkan berbagai pengalaman wisata menarik bagi pengunjung. Di sini, pengunjung bisa menelusuri jembatan kayu di tengah rimbunnya mangrove. Spot-spot foto juga tersebar di sepanjang jalur.
Melansir situs resmi Wonderful Indonesia, harga tiket masuk Eduwisata Mangrove Tambakrejo cukup dengan biaya Rp5.000/orang. Namun, bagi pengunjung yang ingin menyebrang dari dermaga ke area wisata dengan kapal akan dikenakan biaya tambahan. Dengan begitu, ketika laut sedang sepi tangkapan, para nelayan Tambakrejo tetap bisa berpenghasilan.
"Yang senggang bantu antar tamu naik perahu. Yang penting tidak ada yang dimonopoli," ucap Juraimi.
Menariknya, ada pula paket makan bernama 'Gosir', alias Sego Pesisir, yang melibatkan para pelaku usaha kuliner di kawasan setempat. Paket Gosir menawarkan pengalaman nikmatnya menyantap seafood segar langsung di tepi laut.
"Nasi dengan lauk seafood, terutama kerang hijau yang mudah tumbuh di sini. Ada juga cumi, mangut, dan sayur khas Tambakrejo. Harganya kami sesuaikan, sekarang Rp 15.000 per paket," jelasnya.
Dorong Konservasi Mangrove
Tak hanya fokus pada wisata, Eduwisata Mangrove Tambakrejo juga aktif menjaga kelestarian lingkungan melalui program penanaman mangrove. Dalam hal konservasi, sudah ada lebih dari 150.000 bibit mangrove yang ditanam. Sebelumnya bertepatan dengan Hari Mangrove Sedunia pada Juli lalu, Pertamina pun menanam 2.275 bibit mangrove di kawasan Tambakrejo. Juraimi pun mengapresiasi bantuan Pertamina yang konsisten diberikan selama beberapa tahun ini.
"Kami mengucapkan banyak berterima kasih dengan adanya programnya Pertamina tersebut, sehingga Tambakrejo menjadi desa yang mandiri. Salah satu contohnya bisa mengubah mindset dan menambah perekonomian bagi masyarakat," tuturnya.
"Kami menyambut siapa saja yang datang. Tamu itu jangan sampai merasa kapok atau kecewa. Semua keuntungan juga untuk masyarakat. Kapal Rp 10 ribu juga kami ambil Rp 1.000 sisanya kami kembalikan ke masyarakat," tambah Juraimi.
Bagi warga Tambakrejo, mangrove bukan sekadar pelindung dari abrasi atau penurunan muka tanah. Lebih dari itu, mangrove telah menjadi simbol harapan, ketekunan, dan gotong royong bagi masyarakat pesisir.
"Kami percaya, mangrove yang bergoyang itu bukan hanya karena angin, tapi karena mereka berzikir. Mereka mendoakan siapa saja yang menanam dan merawatnya," ungkap Juraimi.
Geliatkan Ekonomi Warga Tambakrejo
Pengembangan Eduwisata Mangrove Tambakrejo berdampak positif bagi kesejahteraan warga setempat. Ketua RW 16, Sitta Tun mengatakan kini ada sekitar 50 ibu rumah tangga yang terlibat dalam UMKM. Mereka mengolah mangrove menjadi keripik, daun menjadi minuman herbal, bahkan cangkang kerang menjadi kalung dan gelang.
"Ada keripik mangrove, terasi, otak-otak bandeng, bandeng presto, dan telur asin. Rata-rata omzet kalau untuk terasi ya sekitar Rp 3 juta sebulan," jelasnya.
Sementara itu, Area Manager Communication, Relations, dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Taufiq Kurniawan, mengatakan mangrove bukan hanya soal menahan gelombang, tetapi bisa menjadi olahan makanan, minuman, bahkan batik.
"Jadi ini punya multiplier effect. Lautnya terlindungi, nelayannya dapat penghasilan tambahan, ibu-ibunya punya produk, dan masyarakatnya selamat dari dampak abrasi," ucapnya.
Taufiq berharap kawasan ini dapat menjadi role model CSR berbasis lingkungan dan direplikasi ke daerah lainnya. Ia pun mengajak warga untuk bersama-sama menjaga Eduwisata Mangrove Tambakrejo agar tetap lestari dan bermanfaat bagi warga.
"Yang paling sulit dari program CSR adalah merawatnya. Maka saya titip pada Pak Lurah, Bu RW, Camar, semua warga, rawatlah ini dengan cinta. Kalau dirawat terus, Pertamina akan senang dan kebermanfaatannya akan semakin luas," pungkasnya.
Program CSR Pertamina di Tambakrejo membuktikan bahwa investasi sosial dan lingkungan dapat berjalan seiring dengan pembangunan ekonomi lokal. Melalui semangat gotong-royong masyarakat dan dukungan korporasi yang berkomitmen, kawasan mangrove tidak hanya lestari sebagai ekosistem, tetapi juga menjadi wahana penghidupan baru bagi warga.
Dengan ekowisata, UMKM, dan konservasi yang terintegrasi, Tambakrejo menjadi contoh bagaimana komunitas pesisir dapat tumbuh mandiri - menjaga alam, menumbuhkan ekonomi, dan membangun masa depan yang lebih cerah.
Tonton juga video "Kisah Pemuda Gencar Konservasi di Pulau Seribu Setelah Kena PHK saat Covid-19"
(ega/ega)










































