Mobil Modern dan Energi Hijau, Dua Roda Baru Menuju Masa Depan RI

Mobil Modern dan Energi Hijau, Dua Roda Baru Menuju Masa Depan RI

Hana Nushratu - detikFinance
Senin, 03 Nov 2025 17:38 WIB
Ilustrasi membeli mobil
Foto: iStock/skynesher
Jakarta -

Kemandirian energi kini menjadi kata kunci dalam perjalanan Indonesia menuju masa depan yang berkelanjutan. Di tengah tantangan fluktuasi harga minyak global dan ketergantungan pada impor bahan bakar fosil, pemerintah bersama industri energi nasional terus mencari solusi nyata untuk memperkuat ketahanan energi.

Salah satu terobosan yang kini tengah digulirkan adalah penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan campuran etanol, yang diyakini mampu menghadirkan energi yang lebih bersih, efisien, dan ramah lingkungan. Etanol, yang berasal dari bahan nabati seperti tebu, jagung, atau singkong, tidak hanya menjadi simbol transisi menuju energi hijau, tetapi juga cerminan upaya untuk memanfaatkan potensi sumber daya dalam negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan pencampuran etanol ke dalam BBM, Indonesia tidak hanya menekan emisi karbon, tetapi juga membuka peluang bagi petani dan pelaku industri bioenergi di daerah untuk berkontribusi dalam rantai pasok energi nasional.

ADVERTISEMENT

Asosiasi industri otomotif pun menyambut langkah ini dengan optimisme. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara memastikan bahwa kandungan etanol dalam bensin tidak menimbulkan masalah bagi kendaraan modern.

Menurutnya, BBM campuran etanol bukanlah hal baru dalam dunia otomotif dan telah diterapkan di banyak negara tanpa kendala berarti.

"Intinya sampai E5-E10 itu harusnya sudah banyak yang mengadopsinya tanpa masalah, karena sudah lama itu dan sudah uji coba dan dipelajari di laboratorium," ujar Kukuh dikutip Senin (3/11/2025).

Kukuh menjelaskan, di Indonesia sendiri produk dengan campuran etanol sebesar 5% sudah beredar melalui Pertamax Green 95. Bahkan, beberapa kendaraan produksi Jepang yang beredar di Tanah Air disebut sudah siap menggunakan bahan bakar dengan campuran etanol hingga 10%. Ia menambahkan, tantangan utama justru bukan pada aspek teknis, melainkan pada ketersediaan pasokan etanol di luar kota besar.

"Cuma yang masalahnya di RI itu untuk sampai E10 itu baru akan tersedia secara menyeluruh di Indonesia itu nanti di 2029," jelasnya.

Pemerintah pun bergerak cepat menyiapkan langkah konkret menuju penerapan E10 secara nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut kebijakan ini memiliki dua tujuan besar: mengurangi impor energi dan menciptakan lapangan kerja di sektor pertanian dan industri bioetanol.

"Tujuannya apa? Kita mengurangi impor. Dan etanol ini didapatkan dari singkong atau dari tebu. Dan ini mampu menciptakan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi daerah, dan sekaligus pemerintahan," ujar Bahlil.

Ia menegaskan, kebijakan ini bukan langkah spekulatif, melainkan hasil pembelajaran dari berbagai negara yang telah berhasil menerapkannya, seperti Brasil, Amerika Serikat, dan India.

"Jadi sangatlah tidak benar kalau dibilang etanol itu nggak bagus. Buktinya di negara-negara lain sudah pakai barang ini," kata Bahlil.

Dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari PT Pertamina (Persero) sebagai pelaku utama industri energi nasional. Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menegaskan bahwa Pertamina siap menjalankan arahan pemerintah dan terus mendorong inovasi menuju energi rendah emisi.

"Kita akan dukung arahan pemerintah, dan kita tahu bahwa di beberapa negara sudah banyak yang mencampur etanol. Bahkan di Brasil, sudah beberapa tempat itu campuran 100% mandatori sudah E100. Ini juga bagian dari inisiatif kita mendorong transisi energi dan penciptaan emisi yang lebih rendah," ujar Simon.

Hal senada disampaikan Pj Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, yang menilai kebijakan ini selaras dengan praktik terbaik di banyak negara.

"Penggunaan BBM dengan campuran etanol hingga 10% telah menjadi best practice di banyak negara seperti di Amerika, Brasil, bahkan Thailand, sebagai bagian dari upaya mendorong energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mendukung pengurangan emisi karbon," jelas Roberth.

Penerapan BBM etanol bukan sekadar program teknis, melainkan langkah strategis menuju kemandirian energi nasional. Dengan mengintegrasikan potensi sumber daya alam lokal, inovasi teknologi otomotif, serta dukungan industri energi nasional, Indonesia tengah menapaki jalan menuju masa depan yang lebih bersih dan mandiri.

Kolaborasi antara pemerintah, Pertamina, dan masyarakat menjadi kunci untuk memastikan bahwa setiap tetes bahan bakar yang dikonsumsi hari ini adalah bagian dari energi yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.




(hnu/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads