Buruh: Tidak Benar Kenaikan UMP Sebabkan PHK

Buruh: Tidak Benar Kenaikan UMP Sebabkan PHK

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 12 Nov 2025 13:27 WIB
Jakarta -

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal membantah jika kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) akan menyebabkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kenaikan upah, dia bilang, dilakukan juga oleh semua negara setiap tahunnya.

"Tidak benar bahwa kenaikan upah minimum akan menyebabkan terjadi PHK. Kalau ada yang bilang upah menyebabkan tutupnya perusahaan dan mengakibatkan PHK, itu bohong," kata dia ditemui di Gedung Joang '45, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025).

Said Iqbal mencontohkan bahwa pada 2024-2025, PHK terbesar 80% terjadi di Jawa Tengah yang memiliki UMP terendah. Jadi, menurutnya tidak menjamin upah yang rendah akan menurunkan angka PHK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, tidak benar upah rendah tidak terjadi PHK. Di seluruh dunia juga naik upah, setiap tahun, seluruh dunia, mulai Amerika, di Inggris, di Prancis, di Brasil, di Peru, di Malaysia, di Singapura, di Thailand, setiap tahun itu naik upah karena menyesuaikan indeks harga konsumen atau inflasi dan kontribusi pertumbuhan ekonomi," terangnya.

ADVERTISEMENT

Sekitar dua tahun belakangan ini, PHK terjadi karena dua penyebab. Pertama, kebijakan pemerintah yang dinilai tidak menguntungkan pengusaha.

Said Iqbal menyinggung kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Penyebab kedua, daya beli yang menurun.

"Pada 2024-2025 penyebabnya (PHK) adalah satu, regulasi yang tidak berpihak pada pengusaha insentif pada industri padat karya dari Permendag Nomor 8 2024 yang memperbolehkan impor ugal-ugalan dari China, itu penyebabnya. Kalah bersaing produk domestik. Kedua daya beli menurun, jadi bukan upah," terangnya.

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat tiga sektor penyumbang pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Agustus 2025, yakni industri pengolahan, pertambangan dan perdagangan.

Jumlah pekerja yang menjadi korban PHK, tercatat sebanyak 58.000 pekerja atau 0,77% dari jumlah pengangguran 7,46 juta pada Agustus 2025. Jumlah korban PHK, terdiri dari industri pengolahan 22.800, perdagangan 9.700, dan pertambangan 7.700 pekerja.

Sementara Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat 126.160 anggotanya menjadi korban PHK sejak 2023 hingga Oktober 2025. Menurut Presiden KSPN, Ristadi, ada enam faktor yang memicu terjadinya PHK.

Kepada detikcom ia menyebutkan, pertama, berkurangnya order atau pesanan sehingga manajemen perusahaan perlu melakukan efisiensi. Kedua, order berhenti sama sekali sehingga manajemen menutup total pabrik atau kegiatan produksi.

Ketiga, kuantitas dan kualitas produksi menurun karena faktor teknologi mesin produksi belum diperbarui yang sebabkan ongkos produksi tidak bisa bersaing.

Keempat, gagal bayar utang dan diputus pailit oleh pengadilan. Kelima, hasil produk gagal terjual karena kalah bersaing dengan produk impor di pasar domestik. Keenam, relokasi atau pemindahan lokasi usaha ke wilayah lainnya.

(ada/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads