×
Ad

Duka dari Utara Sumatera

Ada Gelondongan Kayu di Banjir Sumatera, Kemenhut Ungkap Modus Baru Illegal Logging

Ilyas Fadilah - detikFinance
Senin, 01 Des 2025 10:59 WIB
Ilustrasi - Foto: ANTARA FOTO/Yudi Manar
Jakarta -

Kayu gelondongan menjadi sorotan setelah banjir melanda sejumlah wilayah di Sumatera dan memunculkan dugaan kerusakan daerah hulu. Sejumlah video yang beredar memperlihatkan batang-batang kayu terbawa arus dan menumpuk di aliran sungai.

Temuan ini memunculkan pertanyaan terhadap dugaan praktik illegal logging atau penebangan liar yang selama ini sulit terpantau di kawasan hulu. Illegal logging tidak hanya merugikan negara karena hilangnya potensi sumber daya, tetapi memicu kerusakan lingkungan yang berdampak buruk ke masyarakat.

Saat ini kegiatan illegal logging tidak lagi berlangsung secara sederhana, melainkan memakai beragam modus untuk menyamarkan asal-usul kayu. Sejumlah temuan menunjukkan bahwa pencucian kayu melalui dokumen Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) untuk membuat kayu ilegal tampak seolah-olah legal.

Hal ini diungkap oleh Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut). Kemenhut mengungkap modus kejahatan kehutanan berupa pencucian kayu ilegal agar seolah-olah legal dengan menumpang pada skema PHAT.

Menyikapi temuan tersebut, Kementerian Kehutanan menetapkan moratorium layanan tata usaha kayu tumbuh alami di Areal Penggunaan Lain (APL) untuk PHAT dalam sistem SIPuHH, sekaligus melakukan evaluasi menyeluruh dan pengawasan ketat terhadap seluruh pemanfaatan kayu di areal PHAT.

Berdasarkan hasil kegiatan intelijen dan operasi penegakan hukum, Ditjen Gakkumhut telah mengidentifikasi sejumlah pola pencucian kayu ilegal lewat PHAT. Dilansir dari keterangan resmi Kementerian Hutan, Senin (1/12/2025), modus yang paling umum antara lain:

1. Pemalsuan atau manipulasi dokumen kepemilikan lahan
2. Kayu dari luar areal PHAT dititipkan menjadi seolah-olah berasal dari PHAT, dengan kayu dari kawasan hutan (HPT/HP/HL) dibawa masuk dan dibuatkan Laporan Hasil Produksi (LHP) fiktif dengan volume yang dinaikkan
3. Pemalsuan LHP dengan petak, diameter, dan panjang kayu yang tidak sesuai kondisi lapangan
4. Perluasan batas peta PHAT melampaui alas hak yang sah sehingga penebangan masuk ke kawasan hutan negara
5. Penggunaan PHAT milik masyarakat sebagai "nama pinjam" oleh pemodal untuk melegalkan penebangan skala besar
6. Pengiriman kayu yang melampaui volume LHP/SKSHHK melalui penggunaan berulang dokumen yang sama
7. Penarikan kayu dari kawasan hutan yang kemudian diregistrasi sebagai kayu PHAT setelah dipindahkan dan dikumpulkan di lahan milik.

Sepanjang tahun 2025, Kementerian Kehutanan melalui Ditjen Gakkumhut telah menangani sejumlah perkara illegal logging dengan modus pencucian kayu melalui PHAT di berbagai wilayah Sumatera.

Di Aceh Tengah (Juni 2025), penyidik mengungkap penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT dan kawasan hutan oleh pemilik PHAT dengan barang bukti sekitar 86,60 m³ kayu ilegal.

Di Solok, Sumatera Barat (Agustus 2025), ditangkap kegiatan penebangan pohon di kawasan hutan di luar PHAT yang diangkut menggunakan dokumen PHAT dengan barang bukti 152 batang kayu/log, 2 unit ekskavator, dan 1 unit bulldozer.

Di Batam (September 2025), diamankan 443 batang kayu olahan yang diangkut menggunakan dokumen PHAT atas nama pelaku berinisial MY yang tidak sesuai ketentuan.

Di Kepulauan Mentawai dan Gresik (Oktober 2025), Ditjen Gakkumhut dan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyita 4.610,16 m³ kayu bulat (log) asal Hutan Sipora yang pengeluarannya turut melibatkan dokumen PHAT bermasalah.

Sementara di Sipirok, Tapanuli Selatan (Oktober 2025), diamankan 4 unit truk bermuatan kayu bulat sebanyak 44,25 m³ dengan dokumen kayu yang bersumber dari PHAT yang telah dibekukan.

Terkait tafsir publik soal terkait kayu-kayu yang terbawa banjir di Sumatera, Kemenhub menyebut bahwa kayu yang terseret banjir dapat berasal dari beragam sumber, mulai dari pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, hingga aktivitas yang melanggar hukum termasuk penyalahgunaan PHAT dan illegal logging.

Fokus Ditjen Gakkumhut adalah menelusuri secara profesional setiap indikasi pelanggaran dan memproses bukti kejahatan kehutanan melalui mekanisme hukum yang berlaku.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menjelaskan bahwa pengungkapan modus pencucian kayu lewat PHAT dan kebijakan moratorium tata usaha kayu di APL merupakan langkah negara untuk menutup celah kejahatan kehutanan terorganisir.

"Kejahatan kehutanan tidak lagi bekerja secara sederhana. Kayu dari kawasan hutan bisa diseret masuk ke skema legal dengan memanfaatkan dokumen PHAT yang dipalsukan, digandakan, atau dipinjam namanya," ujarnya.

"Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya. Penegakan Multidoors dengan TPPU akan diterapkan untuk menjerat beneficial owner atau penerima manfaat utama dari pemanfaatan kayu ilegal ini," sambung dia.

Junanto menegaskan penjelasan tersebut tidak dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir, melainkan untuk memperjelas sumber-sumber kayu yang sedang ditelusuri, dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap diproses sesuai ketentuan.

Lihat Video '2 Desa di Tapsel Terdampak Parah, Kayu Gelondongan Masuk Rumah':




(ily/kil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork