Kementerian Kehutanan (Kemenhut) buka-bukaan soal modus kejahatan kehutanan illegal logging atau penebangan liar, salah satunya pencucian kayu.
Modus kejahatan ini dilakukan dengan menumpang pada skema Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT). Dugaan illegal logging mencuat menyusul adanya dugaan pembalakan liar dari viralnya gelondongan kayu yang terbawa banjir di Sumatera. Kemenhut sendiri menyebut kayu ini berasal dari beragam sumber, seperti pohon lapuk, tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, hingga aktivitas yang melanggar hukum penyalahgunaan PHAT dan illegal logging.
Dikutip dari situs Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut) telah mengidentifikasi 7 pola pencucian kayu ilegal lewat PHAT, yaitu:
Pertama, pencucian kayu dilakukan dengan pemalsuan atau manipulasi dokumen kepemilikan lahan.
Kedua, kayu dari luar areal PHAT dititipkan seolah-olah berasal dari kawasan pemegang hak dengan kayu dari areal hutan (HPT/HP/HL) dibawa masuk dan dibuatkan Laporan Hasil Produksi (LHP) fiktif dengan volume yang dinaikkan.
Ketiga, pemalsuan LHP dengan petak, diameter, dan panjang kayu yang tidak sesuai kondisi lapangan.
Keempat, perluasan batas peta PHAT melampaui alas hak yang sah sehingga penebangan masuk ke kawasan hutan negara.
Kelima, penggunaan PHAT milik masyarakat sebagai nama pinjam oleh pemodal untuk melegalkan penebangan skala besar.
Keenam, pengiriman kayu yang melampaui volume LHP/SKSHHK melalui penggunaan berulang dokumen yang sama.
Ketujuh, penarikan kayu dari kawasan hutan yang kemudian diregistrasi sebagai kayu PHAT setelah dipindahkan dan dikumpulkan di lahan milik.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, mengatakan Kemenhut menetapkan moratorium layanan tata usaha kayu tumbuh alami di Areal Penggunaan Lain (APL) untuk PHAT dalam sistem SIPuHH. Pihaknya juga akan mengevaluasi menyeluruh dan melakukan pengawasan ketat terhadap seluruh pemanfaatan kayu di areal PHAT.
Menurutnya, pengungkapan modus pencucian kayu lewat PHAT dan kebijakan moratorium tata usaha kayu di APL menjadi salah satu langkah untuk menutup celah kejahatan kehutanan terorganisir. Karenya, Kemenhut tidak hanya menindak penebang liar, melainkan juga mengevaluasi dokumennya.
"Kejahatan kehutanan tidak lagi bekerja secara sederhana. Kayu dari kawasan hutan bisa diseret masuk ke skema legal dengan memanfaatkan dokumen PHAT yang dipalsukan, digandakan, atau dipinjam namanya. Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya," jelas Dwi dikutip dari laman resmi Kemenhut, Senin (1/12/2025).
Dwi juga menjelaskan, penegakan multidoors dengan skema TPPU juga akan diterapkan untuk menjerat beneficial owner atau penerima manfaat utama dari pemanfaatan kayu ilegal ini. Ia menambahkan, pihaknya tidak membantah adanya kemungkinan praktik ilegal dibalik gelondongan kayu yang terbawa banjir bandang.
"Saya perlu menegaskan bahwa penjelasan kami tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir, melainkan untuk memperjelas sumber-sumber kayu yang sedang kami telusuri dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap diproses sesuai ketentuan," pungkasnya.
Saksikan Live DetikSore:
Lihat juga Video 'Citra Satelit Deforestasi di Sumut yang Diduga Sebabkan Bencana':
(ahi/hns)