Pembatasan operasional angkutan barang diterapkan kembali pada momen Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Langkah ini diambil untuk mencegah kemacetan yang terjadi pada saat peningkatan lalu lintas selama Nataru.
Kebijakan itu dituangkan dalam Kementerian Perhubungan, Korlantas Polri dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) secara resmi telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan serta Penyeberangan Selama Masa Angkutan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Aan Suhanan menuturkan selama periode libur Nataru diprediksi akan ada peningkatan pergerakan masyarakat utamanya pada tanggal 20 Desember 2025 hingga 4 Januari 2026. Untuk itu antisipasi kepadatan lalu lintas perlu dilakukan.
"Maka diperlukan suatu pengaturan agar meningkatkan aspek keselamatan dan kelancaran di jalan," ungkap Aan dalam keterangannya, Rabu (3/12/2025).
SKB Nomor: KP - DRJD 6064 Tahun 2025, HK.201/11/19/DJPL/2025, 104/KPTS/Db/2025, Kep/230/XI/2025 ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Aan Suhanan, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Muhammad Masyhud, Direktur Jenderal Bina Marga Roy Rizali Anwar, dan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Irjen Pol Agus Suryonugroho.
Pembatasan kendaraan angkutan barang dilakukan pada mobil barang dengan sumbu 3 atau lebih, mobil barang dengan kereta tempelan, kereta gandengan, serta mobil barang yang mengangkut hasil galian, hasil tambang dan bahan bangunan.
Sementara itu, untuk angkutan barang yang dikecualikan dari pembatasan atau tetap bisa beroperasi yaitu yang mengangkut BBM/BBG, hantaran uang, hewan dan pakan ternak, pupuk, penanganan bencana alam, sepeda motor gratis serta barang pokok.
Namun kendaraan tersebut harus dilengkapi dengan surat muatan dengan beberapa ketentuan, yakni diterbitkan oleh pemilik barang yang diangkut, surat muatan yang berisi keterangan jenis barang, tujuan, dan nama serta alamat pemilik barang. Terakhir, ditempelkan pada kaca depan sebelah kiri angkutan barang.
Pengusaha Minta Truk Sumbu 3 Tetap Jalan
Di sisi lain, kebijakan pembatasan operasional angkutan barang diprotes para eksportir. Pengusaha meminta agar tidak ada pelarangan terhadap operasional truk sumbu 3 saat libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru) nanti.
Pengusaha menyarankan agar tetap diizinkan menggunakan truk sumbu 3, meskipun harus menggunakan jalan arteri atau bisa jalan hanya malam hari dan dalam waktu yang singkat saja.
Usulan ini diungkapkan oleh Ketua Umum DPP Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno. Menurutnya, pemberlakuan kebijakan pelarangan terhadap truk sumbu 3 saat libur keagamaan seperti Nataru ini selalu menghambat aktivitas keberangkatan ekspor barang khususnya di pelabuhan Pulau Jawa.
"Jadi, kami menyarankan agar truk-truk sumbu 3 itu diperbolehkan beroperasi saat Nataru nanti walaupun harus menggunakan jalan arteri atau bisa jalan hanya malam hari saja," ujar Benny dalam keterangannya.
Dia mengatakan pihaknya ingin agar para eksportir itu bisa melakukan pengiriman barang tepat waktu. Pelarangan angkutan barang bisa menambah waktu banyak untuk pengiriman.
"Sebab, kita menyesuaikan jadwal kapal laut yang akan mengangkut barang kita. Sementara, kalau ditimbun di pelabuhan, kita akan kena biaya demurrage," kata Benny.
Dia menuturkan adanya beberapa eksportir yang barang-barangnya tertinggal oleh kapal sehingga harus menunggu jadwal kapal selanjutnya saat diberlakukannya kebijakan pelarangan terhadap truk sumbu 3 ini.
"Akibatnya latest shipment dated terlewati, sehingga minta persetujuan pembeli untuk revisi L/C impornya, dan ini dikenakan biaya perubahan di banknya," ungkap Benny.
Dia menjelaskan produk-produk ekspor itu sangat tergantung dengan jadwal kapal dan juga surat kontrak atau L/C (Letter of Credit) yang sudah dibuat antara eksportir dan penerima barang di luar negeri, dan itu terkait dengan closing time dan lain sebagainya.
"Kapal itu nggak mungkin akan menghitung ada liburan di Indonesia atau tidak untuk masuk ke pelabuhan. Kapal itu internasional dan tetap saja jalan sesuai schedule mereka. Nah, berarti kalau barang kita nggak ada di pelabuhan karena adanya aturan pelarangan tadi, ya otomatis barang kita ditinggal. Nah, itu kan akan merugikan sekali bagi eksportir kita," tutur Benny.
Dia mencontohkan jika ekspor eksportir A nilainya US$ 200 ribu per kontainer, tetapi secara tiba-tiba karena ada libur Nataru, barang tidak bisa dikirim dan L/C-nya menjadi mati. Pihak pembeli tidak mau memperpanjang dengan alasan barangnya sudah tidak dibutuhkan lagi dan harganya akan jauh merosot.
Jadi, jika pemerintah harus membatasi truk sumbu 3 ini saat Nataru nanti, Benny pun mengusulkan agar pelarangan itu jangan lebih dari 7 hari kalender.
Jadwal pembatasan angkutan barang di halaman berikutnya. Langsung klik
(hal/hns)