Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menolak Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang akan dijadikan dasar penetapan UMP 2026. Hal ini terjadi karena buruh tidak pernah dilibatkan dalam perumusan PP tersebut.
Sebagai informasi, Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan telah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto hari ini, Selasa (16/12/2025). PP tersebut akan menjadi acuan dalam penentuan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026.
"Menolak peraturan pemerintah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia terkait dengan pengupahan. Ada beberapa alasan mengapa KSPI dan Buru Indonesia menolak peraturan pemerintah terkait dengan pengupahan tersebut," kata Presiden KSPI, Said Iqbal, dalam konferensi pers, Rabu (17/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan pertama kata Said Iqbal ialah buruh tidak pernah diajak untuk berdiskusi dala merumuskan peraturan pemerintah tersebut. Kedua, isi dari peraturan pemerintah tersebut tidak pernah diketahui oleh buruh hingga saat ini.
Ia mengatakan, buruh hanya dilibatkan sekali dalam pembahasan yang bersifat sosialisasi di Dewan Pengupahan pada 3 November 2025. Pertemuan tersebut juga hanya berlangsung sekitar 2 jam.
"Dengan demikian, sampai hari ini, buruh, KSPI termasuk di dalamnya, tidak pernah mengetahui apa isi pasal demi pasal daripada peraturan pemerintah terkait pengupahan tersebut," katanya.
Alasan ketiga, berdasarkan informasi yang diperoleh secara terbatas dari pemerintah maupun pemberitaan media, KSPI menilai PP tersebut berpotensi merugikan buruh, terutama terkait definisi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Said Iqbal menegaskan, definisi KHL seharusnya mengacu pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2020, yang menetapkan 64 komponen KHL, seperti kebutuhan pangan, sandang, perumahan, transportasi, hingga kebutuhan dasar lainnya.
Namun, Iqbal mengatakan dalam penjelasan Menteri Ketenagakerjaan terkait penetapan kenaikan upah minimum yang mengacu pada peraturan pemerintah tentang upah tidak menggunakan definisi KHL sebagai dimaksud Permenaker No. 18 Tahun 2020.
Akibatnya kata Iqbal KHL yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tersebut hanya dilakukan secara sepihak oleh pemerintah dan tidak mempunyai dasar hukum. Imbasnya akan merugikan buruh.
"Siapa yang menghitung kebutuhan hidup layak itu? Apakah BPS? Apakah Dewan Ekonomi Nasional? Apakah Kemenaker? Kalau menggunakan data BPS, seharusnya menggunakan survei biaya hidup yang kita kenal dengan SBA. Hidup di Jakarta bisa Rp 15 juta. Tidak mungkin hidup di Jakarta Rp 5 juta menurut survei biaya hidup BPS sebulannya," katanya.
"Jadi, kami memandang definisi KHL yang dipaparkan oleh Menteri adalah akal-akalan saja. Seolah-olah ingin di framing atau dinarasikan bahwa upah minimum yang sudah ada di Indonesia sudah melebihi kebutuhan hidup yang layak," tambahnya.
Alasan terkahir kata Said Iqbal, ialah Indonesia akan kembali ke masa rezim upah murah. Hal itu lantaran PP pengupahan yang baru disebut mengadopsi sejumlah ketentuan dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 dan PP Nomor 51 Tahun 2024, yang sebelumnya telah dicabut.
"Hal itulah yang menyebabkan KSPI dan buruh Indonesia menolak peraturan pemerintah tentang pengupahan. Dengan demikian, penetapan kenaikan upah minimum 2026 bila mana menggunakan PP pengupahan yang terbaru kami tolak," katanya.
Lihat juga Video: KSPI Tolak Rancangan Peraturan Pemerintah Atur Kenaikan Upah 2026
(eds/eds)










































