OPEC Tolak Kenaikan Produksi

OPEC Tolak Kenaikan Produksi

- detikFinance
Senin, 21 Apr 2008 10:35 WIB
Roma - Negara-negara penghasil minyak utama dunia menolak permintaan untuk menaikkan tingkat produksinya, meski harga minyak mentah dunia sudah melonjak hingga berlipat-lipat. Kenaikan harga minyak itu dinilai 'palsu' dan tidak terkait dengan peningkatan permintaan yang sesungguhnya.

Salah satu negara yang mengungkapkan penolakannya adalah Kuwait. Pjs Menteri Perminyakan Kuwait, Mohammad al-Olaim mengatakan, faktor permintaan dan penawaran bukanlah menjadi pemicu lonjakan harga minyak yang sempat menembus US$ 117 per barel akhir pekan lalu.

"Tingkat cadangan sekarang tidak memberi dampak pada harga di pasar dunia. Fundamental tidak memberi pengaruh ke pasar," katanya disela-sela forum energi di Roma, Italia, seperti dikutip dari AFP, Senin (21/4/2008).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara Presiden OPEC Chakib Khelil menyatakan hal yang sama. Menurutnya, OPEC yang kini menguasai 40% produksi minyak dunia belum melihat perlunya menaikkan produksi dalam waktu dekat.

"Hari ini tidak ada perlunya bekerja dan mengatakan bahwa kita harus menambah minyak di pasar. Karena permintaan minyak dimotivasi oleh masalah politik," kata Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ali-al Naimi.

"Kami telah menaikkan produksi pada tahun lalu, namun nyatanya harga terus saja naik," ujarnya.

Khelil menambahkan, anjloknya nilai dolar AS menjadi salah satu pemicu lonjakan harga. "Ketika dolar turun 1%, maka harga minyak akan naik 4 dolar per barel," imbuhnya.

Pernyataan negara-negara produsen minyak utama dunia itu membuat harga minyak kini masih bercokol di posisi tertingginya.

Pada perdagangan di Singapura pagi ini, kontrak utama New York untuk minyak jenis light pengiriman Mei hanya turun 9 sen menjadi US$ 116,60 per barel. Sementara minyak jenis Brent pengiriman Juni hanya turun 5 sen menjadi US$ 113,87 per barel.

Di akhir pekan lalu, kedua kontrak tersebut mencapai rekor tertinggi barunya, setelah dolar AS merosot ke level terendahnya plus adanya gangguan produksi di Nigeria.


(qom/ir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads