Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK M Jasin ketika dihubungi detikFinance, Senin (21/7/2008).
"Anggaran sejak Prof Soemitro (Soemitro Djojohadikusumo-mantan Menkeu) kerap mengalami kebocoran 30-40 persen. Anggaran itu sistemnya membuka peluangnya terjadi penyimpangan antar departemen," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah kita ikuti evaluasi pembahasan dengan instansi rapat terkait kita sudah ikut di dalamnya kita mendengarkan, mencermati, sedang kita inventarisir potensi yang memungkinkan adanya
penyimpangan di mana poinnya. Sudah kita ikuti, tinggal di DPR yang belum kita ikuti. Kita tidak intervensi tempat, kita hanya memantau sistemnya, jalannya rapat itu sendiri," ujarnya.
Pengajuan surat untuk mengikuti rapat pembahasan anggaran di komisi-komisi DPR telah dilayangkan KPK ke pimpinan komisi sejak tanggal 7 Juli 2008.
Anggota Komisi XI Dradjad Wibowo menuturkan Rancangan Kerja Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKA-KL) pada awalnya dibahas di tingkat eksekutif. Jadi kalau KPK serius untuk melakukan pencegahan korupsi maka harus dimulai dari tingkat hulunya, yaitu eksekutif tadi.
"Di situ anggaran sering di mark up. Jadi sebaiknya KPK mulai dengan ikut rapat RKA-KL dalam rapat kabinet dan rapat departemen-departemen," ujarnya.
Kalau KPK tidak ikut rapat di kabinet, akan timbul kesan, kabinet itu tidak korup atau KPK enggan menyentuh kabinet. "Padahal kabinet itu hulu dari korupsi," ujarnya.
Kalau KPK memulai dengan rapat di parlemen, kesannya, seolah-olah semua anggota DPR melakukan korupsi. "Oknum DPR tidak mungkin bisa korupsi kalau menteri mitranya tegas menolak main-main dengan oknum DPR atau menteri tersebut juga bersih dari korupsi," pungkasnya.
(ddn/ir)