Kejatuhan harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) hingga kena auto rejection batas bawah selama 4 hari berturut-turut sejak dibuka suspensinya diduga disebabkan adanya aksi jual paksa (forced sell) secara besar-besaran. Antrean jual mencapai 600 juta lembar pada Selasa (11/11/2008) ini.
"Memang kelihatannya aksi jual paksa menjadi penyebab utama kejatuhan saham BUMI selama beberapa hari berturut-turut sejak dibuka suspensinya," ujar Direktur PT Financorpindo Nusa, Edwin Sinaga saat dihubungi detikFinance, Selasa (11/11/2008).
Kalau dilihat dari membludaknya antrean jual saham BUMI sejak dibuka suspensinya, memang terlihat tidak rasional ada antrean sebanyak jutaan lot (1 lot = 500 lembar saham).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemarin, antrean jual tercatat sebanyak 1,45 juta lot (725 juta lembar). Hari ini pun jumlahnya masih menumpuk sebanyak 1,2 juta lot (600 juta lembar).
Meski kian hari jumlah antrean jual menurun, namun jumlah antrean jual yang mencapai jutaan lot merupakan antrian terbesar sepanjang sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Ini sebenarnya cukup wajar mengingat saham BUMI merupakan saham dengan market cap sangat besar dan likuiditas tinggi. Apalagi pengaruhnya ke IHSG juga besar," ujar Edwin.
Namun jika dilihat secara logika, tampak ada yang tidak rasional dengan aksi jual besar-besaran tersebut. Pada hari pertama, antrean jual sebanyak 1,9 miliar lembar setara dengan 10% seluruh saham BUMI. Pada hari ini, dengan antrean jual sebanyak 600 juta lembar setara dengan 3% saham BUMI. Artinya, pada hari ini saja ada 3% pemegang saham BUMI yang ingin melepas portofolionya.
Pertanyaannya kemudian adalah, mungkinkah investor yang benar-benar memilih BUMI sebagai pilihan investasinya memutuskan melepas portofolionya dengan risiko kerugian yang sangat besar?
"Kalau investor yang membeli saham BUMI dengan tunai tentu mereka memutuskan menahan portofolionya. Kalau memang ada yang mau mengambil risiko rugi, tentu sedikit, tidak sebanyak yang terlihat sekarang. Artinya ada faktor lain yang menyebabkan aksi jual besar-besaran pada saham BUMI," jelas Edwin.
Apakah benar sentimen negatif seputar BUMI dan induknya PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang mendorong aksi jual besar-besaran ini?
Jawabannya tentu seperti yang dikatakan Edwin. Investor yang benar tentu memlilih menunggu keadaan kembali stabil baru menentukan keputusan investasi.
"Memang pasti ada yang terbawa sentimen negatif, namun tidak mungkin sebanyak ini," ujar Edwin.
Artinya, ada faktor lain yang mendorong terjadinya aksi jual besar-besaran saham BUMI. Menurut Edwin bukan tidak mungkin aksi jual paksa (forced sell) menjadi alasan utamanya.
"Apalagi saham-saham BUMI likuid, tentu banyak yang bermain margin trading disana. Belum lagi repo saham-saham BUMI yang hingga saat ini jumlahnya masih belum dapat dipastikan." Jelas Edwin.
Margin trading adalah membeli saham tertentu dengan meminjam dana sekuritas. Ketika jatuh tempo pinjaman datang, investor yang melakukan margin trading wajib melunasi utangnya atau saham-saham yang dimilikinya dijual paksa oleh pihak sekuritas di harga pasar saat itu hingga dana pinjaman tersebut dapat dilunasi.
Repurchase agreement (repo) adalah aksi gadai saham yang dilakukan oleh emiten tertentu kepada investor untuk memperoleh pinjaman dengan menjaminkan sejumlah saham. Ketika waktu jatuh tempo tiba, emiten wajib mengeksekusi kembali saham-sahamnya yang dijaminkan, atau kreditor mengambil alih saham-saham tersebut.
Nah masalahnya, dalam repo grup Bakrie telah terjadi repo berantai. Dalam konteks ini, kreditor-kreditor yang yang menerima jaminan saham grup Bakrie, termasuk BUMI, menggadaikan kembali (repo berantai) saham-saham tersebut kepada investor ritel, asuransi, yayasan dana pension dan sebagainya.
Lantas kenapa dijual paksa?
BNBR sebagai induk BUMI sedang negosiasi penjualan dengan konsorsium Northstar Pacific dan Texas Pacific Group. Dalam klausul perjanjian, Northstar bersedia membayar US$ 1,3 miliar atas 35% saham BUMI, jika BNBR berhasil mengamankan 35% saham yang dimilikinya di BUMI.
Masalahnya, kepemilikan BNBR di BUMI tidak lagi sebanyak 6.791.400.000 (35%). Dalam materi paparan publik grup Bakrie 13 Oktober 2008, jumlah saham BUMI yang digadaikan BNBR sebanyak 5.126.427.858 (26,43%). Artinya, hanya sebanyak 1.664.972.142 (8,57%) saham BUMI yang benar-benar dimiliki BNBR.
Pertanyaannya kemudian, mampukah BNBR mengamankan 26,43% saham BUMI yang beredar di para pemegang repo, sementara saham-saham tersebut direpokan kembali oleh pemegang repo lapisan pertama?
Melihat kondisi ini, pemegang repo lapisan pertama harus merebut kembali saham-saham BUMI yang direpokan kembali agar dapat dieksekusi kembali oleh BNBR untuk nantinya dijual ke Northstar.
"Kemungkinannya seperti itu," ujar Edwin.
Namun hingga saat ini, belum ada pihak yang mau berkomentar untuk memastikan bahwa keadaannya benar-benar seperti itu. Sebab baik pihak manajemen Bakrie maupun BEI mengaku belum mengetahui sejauh mana cakupan repo saham grup Bakrie.
"Data pastinya belum ada," ujar Direktur Pencatatan BEI, Eddy Sugito saat ditemui di kantornya, Senin kemarin. (dro/ir)