Adaro Anggarkan Capex US$ 120 Juta di 2009

Adaro Anggarkan Capex US$ 120 Juta di 2009

- detikFinance
Jumat, 13 Mar 2009 07:53 WIB
Jakarta - PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menganggarkan belanja modal (capital expenditure/Capex) tahun 2009 sebesar US$ 120 juta. Dana tersebut sepenuhnya digunakan untuk pengembangan proyek-proyek terkini perseroan.

"Tahun ini Adaro menganggarkan capex sebesar US$ 120 Juta. Dana itu akan digunakan untuk ekspansi," kata Presiden Direktur ADRO Garibaldi Thohir dalam siaran persnya, Jumat (13/3/2009).

Dia mengatakan, rincian belanja modal tersebut akan digunakan untuk pembelian alat oleh anak usaha perseroan yang bergerak di bidang kontraktor penambangan PT Saptaindra Sejati (SIS) sebesar US$ 60 juta, pembelian lahan sebesar US$ 20 juta, perbaikan jalan US$ 20 juta, fasilitas sungai Kelanis US$ 10 juta dan perawatan alur Barito US$ 10 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Garibaldi yang akrab disapa Boy ini, belanja modal tersebut akan didanai dari kas internal, arus kas operasi dan pinjaman. Sayangnya dia tidak memerinci komposisi pendanaan tersebut.

Boy hanya mengungkapkan, perseroan telah memperoleh fasilitas pinjaman jangka pendek dan menengah sebesar US$ 120 juta dari sindikasi bank internasional. Sindikasi yang dipimpin DBS Bank ini terdiri dari Standard Chartered Bank, United Overseas Bank Limited dan PT ANZ Panin Bank.

Dari total pinjaman tersebut, sebesar US$ 80 juta merupakan bentuk restrukturisasi dan sisanya US$ 40 juta merupakan bentuk revolving (pinjaman bergulir). Fasilitas pinjaman US$ 80 juta mengacu pada suku bunga Libor+1,75% per tahun. Adapun masa jatuh tempo pinjaman tersebut berlaku hingga Februari 2010. Mengenai pinjaman bergulir sebesar US$ 40 juta menggunakan acuan Libor + 2% per tahun dengan tenor 36 bulan.

Selain itu, Direktur Operasi Adaro Ah Hoo Chia menjelaskan, pada 2009 perseroan juga akan melanjutkan pembangunan fasilitas conveyor belt (jalur pengangkutan batu bara) sepanjang 68 kilometer yang sempat tertunda pada tahun lalu.

Fasilitas ini akan menghubungkan area penambangan di sekitar Tanjung, Kalimantan Selatan hingga ke pemrosesan akhir di terminal Sungai Kelanis, di kawasan Sungai Barito.

Untuk menjalankan fasilitas conveyor belt lanjut Chia, Adaro akan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 2x30 megawatt (MW) dengan total investasi US$ 140 juta. Investasi ini sudah termasuk bunga dalam konstruksi, EPC, tarnsmisi, asuransi, dan pasokan air (water supply).

Rencananya, PLTU yang dikerjakan oleh kontraktor EPC, Punj Lloyd ini didanani oleh The International Finance Corp, The World Bank sebesar US$ 122 juta.

Adaro tambah Chia, juga berencana mengakuisisi perusahaan barging dan ship loading sebesar US$ 100 juta untuk memperkuat rantai pasokan batu bara. Saat ini negosiasi sedang berlangsung dan diharapkan bisa diumumkan dalam beberapa pekan ke depan.

"Melalui rencana akuisisi ini, kita dapat menjalankan strategi yang ditetapkan untuk memberikan nilai tambah, meningkatkan bisnis melalui integrasi lebih lanjut dan menyempurnakan rantai pasokan batubara," ujarnya.

Rencana akuisisi ini, Chia menambahkan, karena lokasi tambang batu bara terletak cukup jauh dari pelabuhan. Sehingga sudah menjadi keharusan bagi perseroan untuk memiliki kendali langsung atas transportasi sungai dan fasilitas pemuatan kapal.

Keuntungan yang didapatkan dari pengendalian atas kontraktor barging dan ship loading adalah penghematan biaya dalam bentuk penurunan biaya demurrage dan efisiensi lainnya.

"Kami telah memiliki kendali atas sebagian dari proses penambangan dan pengangkutan darat serta memiliki fasilitas pelabuhan, melalui akuisisi ini kami dapat mengendalikan seluruh proses dari tambang sampai ke
pelabuhan," katanya.

Boy mengatakan, tahun 2008 perseroan membukukan pendapatan sebesar US$ 1,6 miliar. Sebagian pendapatan ini dikontribusikan dari penjualan batu bara sebanyak 38,5 juta ton di harga rata-rata yang diterima perseroan sebesar US$ 39 per ton.

Adapun pada 2009, jelas Boy, Adaro berharap penjualan batu bara dapat mencapai 42-45 juta ton di harga antara US$ 52-65 per ton. Boy optimis penjualan tersebut dapat tercapai karena hampir seluruh kontrak penjualan sudah didapat.

"Kontrak penjualan sudah sold out dan 90% harga sudah kita lock di kisaran US$ 52-65 per ton,"  jelas Boy. (dro/ir)

Hide Ads