Aksi nekat Sri Gayatri itu merupakan ekspresi dari keputusasaannya yang harus kehilangan dana hingga Rp 69 miliar setelah diinvestasikan di produk investasi Antaboga. Sri Gayatri pun nekat aneh-aneh menagih dana ke kantor-kantor cabang Bank Century.
Aksi Sri Gayatri itu sebelumnya juga telah memancing reaksi dari pihak Bank Century. Corporate Secretary Bank Century Hendra Saputra dalam surat klarifikasinya kepada detikFinance menyatakan, aksi yang dilakukan oleh Sri Gayatri cs merupakan aksi para korban penipuan Antaboga dan bukan sebagai nasabah Bank Century.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat dikonfirmasi mengenai pernyataan Bank Century tersebut, Sri Gayatri pun langsung menepisnya. Wanita berusia 57 tahun itu mengaku dirinya merupakan nasabah VIP Bank Century.
"Bohong kalau Bank Century bilang saya bukan nasabahnya, saya punya kartu VIP," ujar Sri Gayatri sembari menunjukkan kartu VIP Bank Century.
"Ini untuk nasabah yang simpanannya di atas Rp 500 juta. Kemarin di airport lounge saya masih pakai fasilitas VIP ini. Mungkin mereka gerah aja sama saya," ketusnya saat ditemui di Gedung Depkeu, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Rabu (20/5/2009).
Korban penipuan Antaboga memang mayoritas adalah nasabah-nasabah Bank Century. Para nasabah itu mengaku membeli produk investasi Antaboga setelah ditawari oleh pemasar dari Bank Century.
Namun Bank Century yang telah diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan tegas-tegas menolak membayar ganti rugi ke nasabah Antaboga. Dirut Bank Century Maryono sebelumnya menyatakan, jika pihaknya membayar klaim nasabah Antaboga, maka itu berarti melanggar hukum
"Kami selaku manajemen tidak mempunyai kewenangan untuk memenuhi klaim para investor sebab kewenangan kami hanyalah sebatas kewenangan pengelolaan dan operasional Bank Century. Kalau kami memenuhi klaim tersebut, justru malah kami yang melawan hukum. Kami ingin selalu taat azas," ujar Maryono dalam siaran persnya beberapa waktu lalu.
Pertemuan Nasabah-Depkeu Nihil
Sore ini sekitar 6 orang perwakilan nasabah Bank Century korban penipuan Antaboga dari Yogya, Bogor, Surabaya dan Jakarta (3 orang) berniat menemui Menkeu. Namun mereka hanya ditemui oleh Kepala Biro Humas Depkeu, Harry A Zoeratin.
"Tadi kami diterima oleh pak Harrry Zoeratin namun tidak jelas apakah kami akan ditanggapi atau tidak. Tadi kami tanya kapan ditanggapi? Tetapi tidak ada kepastian. Kalau kami tidak ditanggapi, maka kami akan melakukannya dengan cara rakyat kalau perlu kami berteriak-teriak supaya di dengar," kata Edo Abdurrahman, yang merupakan koordinator nasabah.
"Waktu kami melakukan mediasi dengan LPS Pak Firdaus bilang, LPS menanti keputusan Depkeu apakah ini bisa dibayar atau tidak karena LPS bukan dalam kapasitas memutuskan, kita cuma minta Depkeu sebagai lembaga yang berwenang untuk bisa memutuskan kita itu mau diapakan," imbuhnya.
(qom/lih)