Pertama Kali di Dunia, Bursa Saham Seni dibuka di London

Pertama Kali di Dunia, Bursa Saham Seni dibuka di London

- detikFinance
Sabtu, 12 Apr 2014 13:52 WIB
Tom-David Bastok di Galeri 2.0 (Foto: Reuters)
London - Bayangkan sebuah lantai bursa tapi isinya benda-benda unik karya seniman, semacam galeri seni. Nah, benda-benda seni yang ada di galeri itu harganya mahal, sehingga pengunjung diperbolehkan membeli sebagian sahamnya.

Itulah gambaran kecil di 'Gallery 2.0' yang baru saja dibuka di London, Inggris. Orang di balik ide baru ini adalah Tom-David Bastok pendiri My Art Invest.

Saat galeri investasi itu dibuka di East London, Kamis kemarin, banyak pengunjung atau bisa dibilang investor yang memadati galeri tersebut seolah-olah sedang ada penawaran umum saham perdana alias initial public offering (IPO).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa karya seni yang dipajang di sini berasal dari seniman jalanan terkenal seperti Shepard Fairey sampai Banksy. Bastok mengaku ia melakukan cara ini supaya karya seni bisa dinikmati bersama, dan tidak menjadi hak penuh satu kolektor saja.

"Saya ingin menerapkan demokrasi terharap karya seni. Bagi saya, sangat, sangat, sangat penting semua orang bisa menikmati karya seni dan membelinya," kata Bastok kepada Reuters, Sabtu (12/4/2014).

Jadi cara kerjanya begini, investor yang berniat membeli sebuah karya seni bisa membeli sahamnya dengan nilai paling rendah 5 pound (Rp 100.000). Para pengunjung akan dipinjam iPad begitu memasuki galeri supaya bisa mengecek harga dan langsung membeli sahamnya.

Si pembeli boleh membawa pulang karya seni itu tergantung dengan kepemilikan sahamnya. Contohnya, jika ia membeli 25% saham dari lukisan Obey buatan Fairey, maka ia boleh menyimpannya selama tiga bulan atau seperempat tahun di rumahnya.

Jika si pemilik saham sudah bosan atas benda seni yang sudah dibeli, jual saja sahamnya kepada pihak lain. Harga benda-benda seni yang ada di Galeri 2.0 ini ditentukan oleh My Art Invest berdasarkan valuasi pasar dan nama senimannya.

Selanjutnya, ia harus berbagai karya seni itu dengan pemegang saham lain. Beberapa orang menilai ini ide brilian, tapi ada juga yang kritis dan menilai ini hanyalah cara lain menjual dan mengeksploitasi karya seni dan kebudayaan.

Namun, ide seperti ini dinilai bisa mengakomodasi para seniman muda yang selama ini kesulitan menjual karya seninya. Kesulitan karena jika karyanya dijual mahal tidak ada yang mau beli, sebaliknya kalau dijual murah mungkin ia akan hidup susah.

"Saya suka idenya, ini salah satu cara memperkenalkan seniman... tapi memang sedikit terasa konsumerismenya," kata salah satu warga London pengunjung galeri bernama Azziza Tillock.

Total perdagangan benda seni di dunia mencapai US$ 65,9 miliar (Rp 659 triliun) di akhir tahun lalu, naik 8% dan mencapai titik tertingginya sejak 2007 berdasarkan laporan European Fine Art Foundation.

(ang/ang)

Hide Ads