Pengamat pasar valas Farial Anwar mengungkapkan, permintaan dolar AS di dalam negeri sangat tinggi sementara pasokannya minim. Hal ini membuat dolar AS terus menguat atas rupiah.
"Permintaan jauh lebih besar dari supply. Padahal presiden sudah terpilih, tapi rupiah kok tetap melemah?" ujar Farial kepada detikFinance, Kamis (25/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Isu ini sudah terjadi di pasar internasional dan sudah melemahkan berbagai mata uang negara lain di dunia. Termasuk rupiah," katanya.
Sementara dari dalam negeri, lanjut Farial, permintaan valas saat ini masih tinggi. Baik untuk pembayaran utang jatuh tempo, atau mengimpor berbagai kebutuhan seperti minyak, pangan, dan sebagainya.
Selain itu, tambah Farial, eksportir masih enggan menaruh dana di perbankan dalam negeri karena belum adanya instrumen yang memadai seperti trustee. Akibatnya, masih banyak eksportir yang 'memarkir' devisa hasil ekspor di bank-bank luar negeri, misalnya Singapura.
"Ini kalau tidak dikendalikan oleh BI (Bank Indonesia), maka rupiah akan terus melemah hingga di atas Rp 12.000 per dolar AS," tegasnya.
(drk/hds)