Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi beberapa waktu terakhir masih terkendali. Meski demikian, pemerintah tidak akan lepas tangan.
Pemerintah memiliki 'resep' untuk menyehatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Setidaknya sesuai dengan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2015 yaitu Rp 12.500/US$. Apa 'resep' itu?
Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan, menilai penyebab pelemahan nilai tukar rupiah adalah defisit transaksi berjalan (current account deficit). Oleh karena itu, pemerintah merilis paket kebijakan untuk memperbaiki current account deficit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini dumping dari suatu negara proses investigasi makan waktu 1 tahun. Padahal dampak sudah terjadi sehingga neraca terganggu. Maka kita gunakan bea masuk anti dumping dan bea pengamanan sementara," kata jelas Bambang dalam konferensi pers di komplek Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/3/2015).
Resep kedua, tambah Bambang, adalah tax allowance atau insentif perpajakan bagi perusahaan Indonesia yang produknya minimal 30% untuk pasar ekspor. Dengan begitu, diharapkan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja ekspor, neraca perdagangan, dan transaksi berjalan.
"Ini mendorong perusahaan kita gigih cari pasar ekspor," ujarnya.
Ketiga, menurut Bambang, adalah penyelesaian Peraturan Pemerintah (PP) untuk galangan kapal nasional. "Nantinya industri galangan kapal nasional nggak dipungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai) agar kapal nggak semua impor karena ada yang produksi di dalam negeri," jelasnya.
Keempat, demikian Bambang, adalah meningkatkan komponen Bahan Bakar Nabati (BBN) alias biofuel. Tujuannya adalah agar impor minyak dan Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa dikurangi.
"Sebelumnya 10%, kita akan tingkatkan. Kita berkomitmen mengurangi kebutuhan impor BBM, nggak harga subsidi tapi kembangkan energi terbarukan dengan bahan domestik," terangnya.
Kelima adalah pemerintah akan memberikan insentif tax allowance bagi perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia. Tax allowance diberikan bagi perusahaan yang tidak mengirimkan dividen tahunan sebesar 100% ke perusahaan induk di negara asal. Artinya, devisa tetap di dalam negeri.
"Kalau dia reinvestasi, maka akan dikasih tax allowance. Hitungan-hitungan menarik buat dia kurangi pajak," kata Bambang.
Keenam, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, dan Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) akan menentukan formulasi pembayaran pajak pemilik atau perusahaan pelayaran asing. Defisit sisi pelayaran yang didominasi perusahaan pelayaran asing terjadi karena perusahaan asing lebih diuntungkan daripada perusahaan lokal dalam hal pajak. Perusahaan pelayaran asing selama ini tidak dikenakan pajak.
"Perusahaan domestik kena pajak, asing nggak bayar pajak. Ini unfair competition. Kita kerja sama dengan Kemenhub dan INSA untuk rumuskan pungutan pajak. Tujuannya jangan sampai domestik dirugikan," tegas Bambang.
Ketujuh, pemerintah akan mendorong BUMN untuk membentuk reasuransi. Selama ini, reasuransi selalu menggunakan jasa di luar negeri sehingga menyedot devisa.
Kedelapan, Kemenkeu dan Bank Indonesia (BI) akan mendorong dan memaksa proses transaksi di Indonesia memakai mata uang rupiah. Fakta di lapangan, beberapa sektor industri masih memakai patokan ataupun bertransaksi memakai valuta asing. Kemenkeu dan BI pun akan bertindak tegas terhadap pelanggaran ini.
"Transaksi di dalam negeri masih ada pakai dolar. Kemenkeu dan BI akan lakukan law enforcement besar-besaran. Selain itu, kita buat call center nasional. Kalau ada charge dan pembayaran dalam dolar, bisa mengadu ke sana," papar Bambang.
(feb/hds)











































