Perlambatan Ekonomi RI di Mata Investor Pasar Modal

Perlambatan Ekonomi RI di Mata Investor Pasar Modal

- detikFinance
Rabu, 06 Mei 2015 12:24 WIB
Perlambatan Ekonomi RI di Mata Investor Pasar Modal
Jakarta - Tak bisa dipungkiri, perekonomian Indonesia memang tengah melambat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2015 hanya 4,71%, jauh lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,2%. Perlambatan ini membuat isu reshuffle kabinet menyebar.

Lantas, apa sebenarnya masalah utama penyebab perekonomian Indonesia melambat? Kepala Riset Bahana Securities Harry Shu mencoba menganalisa.

Menurutnya, performa pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi belum terlihat signifikan. Jika melihat performa government expenditure, secara year on year (yoy) pertumbuhannya melambat hanya 2,2%. Sementara di tahun sebelumnya, pertumbuhannya bisa sampai 6,1%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di situ masalahnya. Paling parah itu dari government expenditure," kata dia kepada detikFinance, Rabu (7/5/2015).

Selain itu, Harry menyebutkan, terjadi penurunan konsumsi di masyarakat. Konsumsi ini memberikan kontribusi sebesar 58% terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB). Konsumsi ini hanya tumbuh 4,5% secara yoy, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,6%.

Di samping itu, kondisi pelemahan ekonomi global juga menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Harga komoditas terus menurun menyebabkan income petani turun.

Namun begitu, performa investasi masih mendorong positifnya perekonomian Indonesia. Meskipun tidak lebih tinggi dari tahun lalu, pertumbuhan investasi masih cukup bagus di angka 4,4% secara year on year (yoy). Tahun lalu, pertumbuhannya mencapai ‎4,7%.

Pertumbuhan investasi sebesar 4,4% tersebut membukukan nilai sebesar Rp 125 triliun atau 24% dari target investasi pemerintah di tahun ini.

"Memang pertumbuhannya turun tapi tipis‎. Tapi investasi performance paling bagus dibanding lainnya," kata Harry.

Meskipun masih optimis terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Harry merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi hanya 5% dari sebelumnya di angka 5,3%.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan berada di level 5.800 hingga akhir tahun seiring dengan pertumbuhan Earning Per Share (EPS) ‎yang sudah mencapai 11%.

Pendorongnya, kata Harry, ekspektasi para analis soal Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan bakal menurunkan tingkat suku bunganya. Penurunan BI rate akan menjadi katalis positif.

"Pada 19 Mei dan 18 Juni ada meeting BI, kemungkinan akan ada penurunan BI rate. Minimal turun 25 bps," katanya.

Selain itu, market saat ini dinilai sudah cukup menarik bagi investor asing. Indeks dolar tren sudah mencapai angka 12% dari peak (puncak) IHSG di April 2015 sebesar 5.527. Ditambah, rupiah secara year to date (ytd) sudah melemah 5-6%.

"Asing selalu melihat berapa tren dolar turunnya, kalau sudah drop sampai 12% itu sudah menarik bagi mereka karena harganya murah," pungkasnya.

(drk/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads