Listing Fee Emiten Rp 250 Juta/Tahun, BEI: Lebih Kecil Dibanding Negara Lain

Listing Fee Emiten Rp 250 Juta/Tahun, BEI: Lebih Kecil Dibanding Negara Lain

Dewi Rachmat Kusuma - detikFinance
Senin, 23 Nov 2015 12:50 WIB
Foto: Rachman/detikFoto
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji untuk bisa memangkas biaya pencatatan (fee listing) bagi perusahaan yang menjual sahamnya melalui Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Saat ini, untuk pencatatan saham Initial Public Offering (IPO) di papan utama ditetapkan sebesar Rp 1 juta untuk setiap kelipatan Rp 1 miliar dari nilai kapitalisasi saham. Nilainya minimal Rp 25 juta dan maksimal Rp 250 juta.

Sedangkan, emiten yang mencatatkan saham IPO di papan pengembangan ditetapkan sebesar Rp 1 juta untuk setiap kelipatan Rp 1 miliar dari nilai kapitalisasi pasar. Nilai minimal Rp 25 juta dan maksimal Rp 150 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara untuk biaya pencatatan tahunan (annual fee) baik di papan utama maupun pengembangan ditetapkan Rp 500 ribu untuk kelipatan Rp 1 miliar dari kapitalisasi pasar. Nilainya minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta.

Menurut Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat, biaya-biaya tersebut termasuk lebih rendah dari biaya yang ditetapkan di bursa negara-negara lainnya.

“Biaya annual listing, biaya listing jauh di bawah, masih relatif lebih kecil dibanding negara-negara lain. Kita nggak mahal juga, annual fee nya kan tergantung market cap, maksimum Rp 250 juta setahun. Kebanyakan nggak sampai Rp 250 juta,” sebut dia saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Senin (23/11/2015).

Samsul menjelaskan, untuk menjadi perusahaan publik, memang harus ada beberapa persyaratan, salah satunya soal kesiapan biaya administrasi.

“Perusahaan listing itu kan ada kewajiban RUPS, ada iklan di koran, kewajiban bayar akuntan tapi kan nggak bayar cost of fund, nggak bayar interest, kalau utang kan bayar interest, jadi kalau perusahaan listing itu setiap tahun ada kewajiban biaya sebagai perusahaan publik. Setelah IPO juga kan mesti ada bayar, dia bayar fee ke BEI setiap tahun,” jelas dia.

Selain itu, setiap perusahaan publik juga dituntut untuk memberikan transparansi kepada publik. Salah satunya melalui publikasi laporan keuangan minimal disampaikan kepada 2 media massa yaitu surat kabar.

Saat ini, aturan bursa hanya mengatur kewajiban perusahaan publik beriklan di 2 media massa yaitu sura tkabar. Ke depan, tidak menutup kemungkinan aturan beriklan juga diwajibkan disampaikan melalui media online, mengikuti perkembangan zaman.

“Bisa saja distribusi informasi terkait emiten publik ke depan bisa diarahkan kepada emiten untuk menaruh di mana, di online bisa, media cetak bisa yang penting kan publikasi. Sekarang kan 2 media, UKM kan cuma 1,” katanya.

Samsul menambahkan, saat ini OJK telah mendorong untuk melakukan berbagai penyederhaan bagi perusahaan publik melakukan IPO termasuk pemangkasan biaya IPO. Namun, Samsul menyebutkan, jangan sampai kemudahan ini mengurangi kualitas perusahaan yang akan melantai di bursa.

"Simplifikasi secara mekanisme dan teknis bisa kita lakukan tapi kita nggak mau simplifikasi mengurangi kualitas, jangan sampai perusahaan publik tanpa diaudit, tanpa legal, simpilifikasi dilakukan dengan tidak mengurangi kualitas perusahaan tersebut,” tandasnya.

(drk/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads