Hingga sembilan bulan pertama 2015, pendapatan perseroan tercatat menurun menjadi Rp 8,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 9,2 triliun.
Laba bersih juga tergerus sebesar 72% dari Rp 641 miliar menjadi hanya Rp 179 miliar. Meskipun demikian, perseroan belum ada rencana untuk melakukan efisiensi melalui pengurangan karyawannya alias PHK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, saat ini perseroan akan melakukan berbagai efisiensi untuk bisa menekan biaya operasional.
"Biaya operasional mulai diperketat. Yang dilakukan penghematan penggunaan material, pengurangan jam produksi, pengurangan karyawan opsi terakhir," katanya.
Saat ini, Hugeng menyebutkan, total karyawan perseroan secara grup mencapai 33.000 tenaga kerja.
Setiap tahun, kata Hugeng, pihaknya selalu memberikan kewajiban kepada para karyawannya dengan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Tahun ini, rata-rata kenaikannya mencapai 17%.
"Sangat banyak sehingga efek UMP sangat besar ke kinerja keuangan," katanya..
Hugeng berharap, kenaikan UMP tahun depan tidak terlalu tinggi. Lesunya perekonomian ikut menyumbang tertekannya bisnis perseroan.
"Dalam kondisi demand masih lemah, bila kenaikan UMP jauh di atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi maka akan membebani industri. Saya sangat mengharapkan buruh juga mengerti, apa yang dirumuskan pemerintah sudah sangat fair, tetap meningkatkan upah tapi berdasarkan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujar Hugeng.
(drk/hen)