Dongkrak Profit Trading Saham Anda

Dongkrak Profit Trading Saham Anda

Ellen May - detikFinance
Kamis, 18 Feb 2016 11:02 WIB
Foto: Ellen May
Jakarta - Halo apa kabar? Saya Ellen May, senang sekali bisa kembali menyapa Anda melalui artikel terbaru.
Hari ini saya ingin membagikan sebuah tips yang saya dapatkan dari pengalaman saya dalam trading saham selama hampir 10 tahun. Tipsnya sederhana sekali.

Sebagai seorang trader saham (jika Anda sudah trading) pernahkah Anda menghitung hasil trading Anda pada akhir tahun? Bagaimana caranya mengukur kinerja trading kita?

Berapa sih ukuran yang wajar untuk mengukur kinerja kita sudah bagus atau belum? Apakah puluhan persen, atau ratusan persen?
Salah satu cara untuk mengukur kinerja trading adalah dengan membandingkannya dengan kinerja IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika kinerja trading Anda hanya 20% setahun (misalnya), namun IHSG kinerjanya minus dalam setahun, itu artinya Anda sudah berprestasi, dan Anda boleh acungi jempol untuk diri Anda.

Namun sebaliknya, bila kinerja IHSG positif, seperti pada tahun 2009 IHSG bertumbuh sekitar 94% lebih (dari level terendah 1.307 di bulan Januari 2009, hingga level tertinggi 2.542 di bulan Desember 2009) maka, sebaiknya kinerja trading Anda lebih tinggi dari 94% atau paling tidak menyamai kinerja IHSG.

Jika Anda seorang trader (atau investor) pemula, maka target pencapaian Anda pertama-tama, paling tidak, sama dengan kinerja IHSG.
Oke pertanyaan Anda mungkin seperti ini, "Gimana caranya nih supaya sebagai seorang pemula kinerja trading saya bisa lebih bagus atau paling tidak sama dengan IHSG?"

Ada beberapa tips yang bisa Anda ikuti, antara lain:
Tips pertama, ikuti pergerakan saham-saham penggerak indeks (index mover).
Apa sih yang dimaksud dengan index mover?

Index mover, atau saham-saham penggerak indeks adalah saham-saham berkapitalisasi besar yang otomatis memiliki bobot besar, dan memberikan pengaruh besar dalam penghitungan IHSG.

Apa yang dimaksud dengan kapitalisasi? Kapitalisasi artinya adalah banyaknya saham yang beredar, dikalikan dengan harga saham. Otomatis, saham-saham yang berkapitalisasi besar yang menduduki peringkat big caps adalah saham-saham yang memiliki jumlah saham yang beredar di publik banyak, dan juga biasanya nominalnya besar. Saham-saham seperti inilah yang biasanya disebut dengan saham blue chips.

Saham-saham berkapitalisasi besar ini biasanya dari perusahaan yang sudah cenderung mapan (bukan bertumbuh), perusahaan-perusahaan besar yang sudah berhasil menciptakan profit yang konsisten dalam jangka panjang.

Biasanya, karakter dari saham-saham ini cenderung agak "lelet" pergerakannya. Saham-saham jenis ini cocok untuk investor dan trader dengan profil risiko moderat – konservatif.

Kapan saatnya mengikuti saham-saham index mover ini?

Jika Anda menginginkan kinerja Anda paling tidak mirip dengan IHSG maka, separuh atau sebagian besar portofolio Anda bisa memilih saham-saham big caps tersebut. Pemilihan saham bagi trader tentunya lebih menggunakan analisis teknikal, dan juga manajemen risiko trading (bisa dipelajari di Training Trading Profits).

Sedangkan bagi investor, pemilihan saham sebaiknya disesuaikan dengan sektor yang sedang bergerak dan juga fundamental perusahaan terkait (dipelajari di New Investor Rich Investor), meskipun biasanya saham big caps berfundamental bagus tapi belum tentu sektornya sedang melaju.

Bagi trader, sebaiknya Anda mengikuti saham-saham big caps ini ketika pasar sedang menguat/IHSG sedang menguat.

Sebaliknya ketika IHSG sedang lesu gimana? Jangan khawatir, kita masih punya senjata lain kok...☺ kita pelajari di tips kedua yuk...!

Tips kedua, jangan ikuti pergerakan saham-saham penggerak indeks (index mover)!!
Lhoo... kok tips kedua berlawanan dengan tips pertama. Gimana ini?

Ya...! Anda tidak salah baca kok ^_^

Jangan ikuti saham-saham big caps atau saham penggerak indeks JIKA tren saham big caps sedang dalam masa konsolidasi ataupun tren turun. Tips ini berlaku untuk trader. Buat investor, yang diperhatikan adalah prospek jangka panjangnya, bukan fluktuasinya.

Lah emang kenapa kok tidak boleh ikuti saham big caps jika trend nya melambat?

Tahukah Anda, ketika IHSG sedang naik, maka sebenarnya tidak semua saham naik, dan demikian pula sebaliknya, ketika IHSG sedang turun maka tidak semua saham turun!

Bahkan ketika IHSG turun, seringkali ada saham-saham berkapitalisasi menengah sampai berkapitalisasi kecil menari dengan lincahnya di daftar running trade. Saham-saham seperti inilah yang seringkali disebut dengan saham lapis dua dan saham lapis tiga.

Saham lapis dua dan lapis tiga pada umumnya merupakan perusahaan-perusahaan berkembang, yang masih terus bertumbuh dan berekspansi. Perusahaan seperti ini belum terlalu mature, masih seperti anak kecil yang tumbuh jadi ABG, kadang-kadang masih labil.

Saham lapis dua dan saham lapis tiga, semakin kecil kapitalisasinya artinya biasanya jumlah saham yang beredar semakin sedikit dan nominalnya juga makin kecil. Akibatnya apa? Akibatnya, saham seperti ini mudah sekali untuk digerakkan oleh market maker, alias "digoreng".

Apa sih untungnya trading saham "bukan big caps" ini? Apa risikonya?

Untungnya? Banyak! Jika Anda sering menyimak #kopipagi update saham yang saya post di twitter @pakarsaham  mungkin Anda turut menikmati beberapa di antaranya.

Tidak tanggung-tanggung, ketika IHSG turun bahkan hingga mencapai 1,3% pada tanggal 12 Februari 2016 yang lalu misalnya, ada saja saham yang masih melejit, misalnya saham BBTN naik 4,5% hari itu, dan saham BEST naik 8,9%. Contoh lain, sehari sebelum artikel ini saya tulis, yaitu tanggal 16 Februari 2016, IHSG cuma menguat 0, % namun saham BWPT mengaum 18% (dan saya termasuk yang kebagian berkahnya setelah saya tunggu hampir 2 pekan ^_^).

Untuk trading saya lebih sering memilih saham-saham seperti ini, selain karena geraknya yang cepat, juga nominal yang cenderung kecil membuat prosentase profit lebih cepat melaju.

Maksudnya? Jika saham A harganya Rp 500, naik Rp 50 itu artinya naik 10%, tapi jika saham B harganya Rp 5.000, naik Rp 50 itu artinya baru untung 1%.

Sebaliknya, ketika saham A seharga Rp 500 turun Rp 50, artinya rugi 10%, tapi jika saham B seharga Rp 5.000 turun Rp 50, itu artinya rugi baru 1%.

Jadi, apa pelajarannya? Pelajarannya sederhana.

Trading saham small caps itu higher rewards and higher risk.

Kalau IHSG turun, tidak usah panik, kecuali Anda punya saham-saham yang menjadi movers penurunan indeks, harus siapkan pembatasan risiko.

Pelajaran kedua, untuk mendapat kinerja lebih dari pasar, artinya harus menemukan saham-saham yang mengaum di saat pasar stagnan atau malah lesu. Caranya bagaimana? Saya menemukan semua itu murni hanya dengan menggunakan grafik dengan cara yang sangat simpel (semakin hari, semakin simpel strategi trading saya), yang bisa dipelajari di Training Trading Profits.

Pelajaran ketiga, jangan hanya terbuai pada potensi keuntungan saham-saham yang sedang manggung dengan cantiknya, namun harus juga waspada dengan risikonya. Oleh karena itu, penting sekali memiliki pengaturan keuangan/portofolio dengan bijaksana. Money&risk management diajarkan pula di Training Trading Profits.

Ada pertanyaan tentang artikel ini atau tentang trading saham? Boleh email saya kok ke info@ellen-may.com

Pertanyaan Anda akan menjadi masukan yang luar biasa untuk saya bahas dalam artikel-artikel selanjutnya. Salam profit, Ellen May. on.fb.me/ellen_may. Instagram: @ellenmay_official (drk/drk)

Hide Ads