Pendapatan juga tercatat turun 4% dari Rp 138,177 triliun menjadi Rp 132,294 triliun di periode September 2016. Selain itu, laba bersih per saham juga menurun 6% menjadi Rp 279 dari Rp 296.
Head of Investor Relations grup Astra, Tira Ardianti mengatakan, hal ini tidak lepas dari rendahnya harga komoditas yang masih berlanjut. Salah satu bisnis yang terpukul pelemahan ekonomi ini adalah bisnis alat berat dan komoditas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bidang Agribisnis sembilan bulan lalu harga CPO naik, tapi tidak signifikan, sekitar 5%. Yang paling penting bisnis komoditi juga apa yang terjadi di China. Komoditi dan CPO turun, jualan motor dan mobil juga turun. Karena mining sektor juga turun. Karyawan-karyawan yang masih bekerja khawatir bagaimana kariernya, karena kalau mau punya mobil atau motor juga mikir-mikir jadinya," jelas dia.
Selain itu, penurunan paling signifikan terjadi pada Bank Permata yang ada di lini bisnis keuangan. Bank Permata mencatat kerugian bersih sebesar Rp 1,2 triliun sepanjang sembilan bulan pertama dibandingkan dengan laba bersih sebesar Rp 938 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
"Permata kinerjanya 9 bulan ini loss Rp 1,2 triliun karena NPL. NPL masalah industri perbankan saat ini karena penurunan ekonomi," tuturnya.
Namun demikian, lanjut Tira, Astra masih dapat menjaga kinerja perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari tiga lini bisnis Astra yang masih memimpin market share saat ini.
Di otomotif, perusahaan masih memimpin bisnis roda empat, dari 50% ke 54% dan untuk roda dua yang juga meningkat dari 68% menjadi 73%. Sedangkan di lini alat berat, Astra masih memimpin dengan Komatsu yang market share nya mencapai 33% di pasar.
"Market share di mobil meningkat karena didukung peluncuran model-model baru. Karena lebih menarik seperti Fortuner. Masih lebih baik, penjualan dari 1.500 tiap bulan jadi 3.000 setiap bulan. Inova juga," pungkasnya. (drk/drk)