Konglomerat ini mengisyaratkan akan mengalokasikan lebih dari US$ 500 miliar untuk membangun kembali infrastruktur Amerika Serikat (AS), yang meliputi bandara, jalan raya hingga jembatan. Angka tersebut dua kali lipat dari anggaran Hillary Clinton yang hanya US$ 275 miliar.
Hal ini turut memberikan sentimen negatif kepada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan bursa saham negara-negara berkembang seperti India, Turki, Brasil, Afrika Selatan, termasuk Indonesia. Pasalnya, pasar menarik dananya dari negara-negara berkembang masuk ke AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini sama seperti yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pertama kali terpilih sebagai Presiden RI. Jokowi berkomitmen mengalokasikan belanja negara untuk infrastruktur. Namun, kasusnya berbeda dengan AS, sebab Indonesia membutuhkan rupiah untuk membangun, sedangkan AS butuh dolar.
"Jadi kalau kita butuh rupiah, dolar banyak dijual karena kebutuhan rupiah. Kalau Amerika karena dolar, otomatis butuh dolar, jadi banyak masuk ke dia," jelasnya.
Sentimen ini masih bersifat jangka pendek, mengingat Trump baru akan dilantik pada Januari tahun depan. IHSG diprediksi akan menyentuh level terendahnya di 5.100 hingga 5.200. Sedangkan level tertinggi berada di 5.400 hingga 5.490.
"Untuk perdagangan pendek hari ini, resistance nya 5.490. Kelihatannya masih jauh ya. Support-nya 5.100-5.200. Resistance 5.400-5.490," tutur dia.
Sementara, hingga akhir tahun nanti, IHSG diprediksi akan turun hingga menyentuh level 5.100. Hal ini tidak lepas dari masih bertahannya sentimen negatif akan kenaikan suku bunga AS, di mana pada Desember nanti the Fed akan kembali mengadakan rapat dewan gubernur (Federal Open Market Comitee/FOMC). The Fed diperkirakan bakal naik.
"Bicara teknis, support-nya 5.100-5.200 level penurunannya. Di mata uang juga ada resistance bisa sampai Rp 14.000. Jadi IHSG masih akan turun lagi," tukas Budi. (drk/drk)











































