Dolar AS menyentuh tingkat tertingginya terhadap euro dan beberapa mata uang lain pada Kamis kemarin, setelah The Fed menaikkan suku bunga acuannya, dan memberi sinyal adanya kenaikan lagi di 2017.
Padahal pasca kemenangan Trump sebagai Presiden AS, dolar terus dalam tren naik. Trump memang berencana mendorong pertumbuhan ekonomi AS dan juga menaikkan inflasi. Kebijakan ini akan mengerek kenaikan suku bunga acuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memperkirakan dolar AS akan terus menguat," kata Analis dari Wells Fargo, Eric Viloria, seperti dilansir dari AFP, Jumat (16/12/2016).
Trump sebelumnya pernah mengingatkan soal efek negatof dari penguatan dolar AS. "Bila kita menaikkan suku bunga dan dolar akan makin kuat, maka kita akan mengalami sejumlah masalah," kata Trump kepada CNBC, Mei lalu.
Kenaikan suku bunga acuan memang akan menimbulkan permintaan terhadap dolar AS.
Di satu sisi, penguatan dolar akan menguntungkan masyarakat AS selaku konsumen, dalam membeli barang-barang impor, karena harganya akan lebih murah. Sehingga inflasi bisar terjaga rendah.
Namun di sisi lain, barang ekspor AS akan turun daya saingnya. Karena harga barang ekspor dari AS mahal akibat dolar yang tinggi. Ekspor makin penting untuk perekonomian AS.
Secara persentase terhadap PDB, ekspor barang dan jasa AS naik menjadi 12,6% di 2015, dari 9,1% di 2002 lalu.
Angka ekspor AS terus bertambah. Ada sensitivitas dari ekonomi terhadap penguatan dolar AS dibandingkan 5 atau 10 tahun yang lalu. Jadi ekonomi AS saat ini sangat bergantung kepada ekspor, termasuk di sektor pertanian dan baja.
Sektor yang berorientasi ekspor ini menderita akibat penguatan dolar. Sementara Trump, berencana mendorong perusahaan-perusahaan di AS untuk membangun pabrik di dalam negeri. Ini akan sulit dilakukan bila dolar AS menguat, khususnya untuk industri yang berorientasi ekspor.
Lalu, meski saham-saham di AS naik tajam sejak terpilihnya Trump, karena kebijakan pemangkasan pajak, namun penguatan dolar AS menekan kinerja perusahaan multinasional.
Penguatan dolar membuat kinerja perusahaan multinasional asal AS turun, karena harus mengonversi pendapatan dengan mata uang asing menjadi dolar AS. (wdl/ang)











































