Namun kini saham-saham Grup Bakrie satu persatu mulai meninggalkan batas bawah harga saham Rp 50. Hal itulah yang membuat saham-saham Grup Bakrie dijuluki saham 'zombie'.
Bagaimana tidak 9 perusahaan Bakrie yang selama ini tidur di level gocap, 7 di antaranya telah bergerak naik. Bangkitnya saham-saham Grup Bakrie lantaran adanya sentimen positif dari rencana PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang melakukan restrukturisasi utang melalui rights issue.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat rights issue tersebut, maka jumlah utang yang akan dikonversi melalui penerbitan saham baru sebesar US$ 2,01 miliar. Sementara untuk konversi melalui OWK senilai US$ 639 juta.
Saham BUMI tercatat mulai merangkak naik mulai Juni 2016. Pasca bergulirnya rencana restrukturisasi utang, BUMI terus mengudara hingga posisi tertinggi di level Rp 505 pada 27 Januari 2017. Namun kini BUMI kembali ke jalur merah dan parkir di level Rp 402 per saham.
Sementara saham PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) mulai meninggalkan julukan saham 'gocap' sejak 19 Oktober 2016 dan terus bergerak hingga level tertinggi Rp 149 di 2 Februari 2017. Sedangkan PT Darma Henwa Tbk (DEWA) bangkit sejak 6 Januari 2017 dan menyentuh level tertinggi di level Rp 95 pada 31 Januari 2017.
Lalu PT Bakrieland Tbk (ELTY) mulai menguat pada 26 Januari 2017 ke level Rp 52 dan menyentuh level tertinggi hingga hari ini yang sudah tembus di atas Rp100. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) juga menguat sejak 26 Januari dan menyentuh level tertinggi pada 30 Januari 2017 di level 82.
Sedangkan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) dan PT Capitalinc Investment Tbk (MFTN) masing-masing hari ini berada di level Rp 81 dan Rp 58. Sementara hanya saham BNBR dan BTEL yang masih betah di level Rp 50.
Lalu apakah saham-saham Grup Bakrie yang disebut Zombie itu merupakan saham gorengan?
Menurut Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee, pergerakan saham-saham Bakrie memiliki fundamental. Rencana untuk merapihkan kinerja keuangan dari beban utang mulai direalisasikan. Sehingga dia berpendapat saham Bakrie bukan saham gorengan yang mengandung 'kolesterol' tinggi dan berbahaya.
"Karena Bakrie ada fundamentalnya. Bakrie mulai keluar dari masalah mereka, utang direstrukturisasi, harga batu bara membaik, produksi meningkat. Jadi bukan gorengan," tuturnya saat dihubungi detikFinance.
Hans menjelaskan, untuk saham gorengan sendiri biasanya melejit harganya tanpa ada realisasi aksi korporasi yang jelas. Biasnya sentimen masih berupa rencana, kemudian dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menggerakan saham.
Hampir sama seperti Hans, Analis Senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada juga memandang hasil RUPS BUMI merupakan bukti realisasi perseroan membenahi utang. Akan tetapi dirinya menyebut saham Bakrie sebagai semi gorengan.
Sebab periode bergeraknya saham BUMI yang diikuti saham Bakrie lainnya ketika wacana rights issue masih belum jelas.
"Jadi kalau dibilang gorengan semi lah, karena pergerakan saham BUMI karena memang ada pemberitaan, tapi pemberitaan ini belum bisa dibuktikan secara riil. Jauh hari sebelum RUPS dia sudah bergerak. Padahal belum tahu kapan. Meskipun saat ini sudah selesai," kata Reza. (ang/wdl)