Misalnya saja nilai tukar rupiah. Asumsi pemerintah ketika ingin menjalankan tax amnesty adalah dana orang Indonesia yang selama ini parkir di negara lain bisa kembali ke Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, nilai yang ditargetkan ketika itu adalag Rp 1000 triliun. Sehingga bukan sesuatu yang mustahil bila dampaknya kemudian, membuat rupiah perkasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rupiah sempat menguat drastis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat periode pertama tax amnesty. Periode itu memang dana repatriasi yang masuk ke Indonesia cukup besar, hingga dolar AS bisa mencapai Rp 12.948. Tapi tak lama kemudian, kembali melemah.
Baca juga: Tak Banyak Efek Tax Amnesty
Pemerintah tidak cukup bisa ternyata meyakinkan pemilik dana besar tersebut untuk membawa pulang uangnya. Sering disebutkan dana itu berada di Singapura, Hongkong hingga negara-negara yang disebut surga pajak lainnya. Total dana yang masuk cuma Rp 122,3 triliun.
"Repatriasinya tidak berhasil, cuma Rp 120an triliun," imbuhnya.
Sosialisasi sudah gencar dijalankan. Tapi Lana menuturkan, salah satu kelemahan pemerintah adalah tidak bisa berhadapan dengan kreativitas perbankan di negara lain. Misalnya yang terjadi di Singapura.
Ketika tax amnesty berjalan, perbankan Singapura menawarkan properti sebagai sarana investasi untuk pemilik modal. Tentu saja perbankan memberikan penawaran yang sangat menarik agar dana itu tidak dibawa pulang ke Indonesia.
"Itu adalah kreativitas bisnis yang tidak bisa diantisipasi oleh pemerintah. Mereka tidak salah, karena itu bisnis menjaga agar likuiditasnya tidak tergerus," terang Lana. (mkj/hns)











































