Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi persaingan bisnis waralaba di Indonesia?
Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Levita Supit, mengakui kondisi persaingan bisnis waralaba di Indonesia memang cukup tinggi. Namun, hal itu masih dinilai wajar terjadi di dunia bisnis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
7-eleven Foto: rengga sancaya |
Ia mengatakan, hal itu terjadi karena setiap pelaku bisnis berupaya untuk mengambil pangsa pasar lawan bisnisnya.
"Mereka itu bersebelahan, karena biasanya persaingan tempat, harga, jadi saling mematikan. Tentu yang namanya bisnis, kalau melihat bisnis lain sukses, jenis bisnis lain akan mencoba merebut pasar dari bisnis lain," kata dia.
Baca juga: Nongkrong Enggak Jajan, Bikin Banyak Sevel Tutup?
Maka dari itu, Levita mengatakan, setiap pelaku usaha harus memiliki inovasi dalam menjalankan bisnisnya supaya bisa tetap eksis dan bisa berkembang.
"Itu wajar saja ya, namanya juga persaingan. Sehingga mengharuskan mereka lebih kreatif, dan bisnisnya bisa berjalan baik," pungkas Levita.
Baca juga: Bisnis Makin Redup, Sevel Akhirnya Dijual
Sevel sendiri bukan jugapetarung yang buruk. Sejak kemunculan di Indonesia,sevel begitu melejit sekitar 2010. Bahkan banyak waralaba yang serupa meniru konsep darisevel, yaitu toko sekaligus tempat bersantai.
7-eleven Foto: Agung PambudhyAkan tetapi, menurut Levita produk yang ditawarkan cenderung monoton. Sehingga tak mampu mempertahankan pasar yang sudah ada.
"Awal-awal dia enggak rugi kok. Dimana-mana kita lihat ramai, sehingga konsep 7-Eleven itu pun di ambil juga oleh pihak lain yang akhirnya mereka bikin kursi (tempat) juga. Orang mengganggap bahwa konsep mereka sukses," terangnya
"Jadi sebenarnya awalnya 7-Eleven itu sukses. Tapi di kemudian hari kenapa mereka bisa rugi mungkin karena mereka kurang kreatif menciptakan produk-produk baru," tukasnya. (mkj/mkj)












































7-eleven Foto: rengga sancaya